Fenomena Hadang Truk Demi Konten TikTok, Pakar Budaya Unair: Absurd!

Fenomena Hadang Truk Demi Konten TikTok, Pakar Budaya Unair: Absurd!

Tiga remaja menghadak truk kontainer di Karawaci Tanggerang, Jumat 3 Juni 2022. Salah satu diantaranya meninggal di tempat karena terlindas truk 6 Juni 2022. -Youtube-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Beredar video viral tentang remaja yang tewas ketika menghadang bus yang tengah melaju kencang. Aksi konyol itu dilakukan hanya demi sebuah konten.

Mereka memasang badan untuk menghentikan truk secara mendadak. Masalahnya, tidak semua truk bisa berhenti seketika. Apalagi jika rem truk tidak berfungsi maksimal. Atau muatan truk sedang tinggi. 

Konten itu bukan cuma meregang nyawa para remaja. Beberapa truk yang tidak bisa mengerem secara mendadak terpaksa membanting setir dan menabrak rumah warga.

“Kalau sudah begitu supir truk yang disalahkan. Efeknya bisa berantai,” ujar Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Surabaya, Putra Lingga Tan. Sopir truk bisa ditetapkan tersangka atas dasar kelalaian saat berkendara.

Kalaupun tidak dijadikan tersangka, sopir yang mengalami kecelakaan konyol bakal diperiksa kepolisian. Sehingga, mereka terpaksa menganggur.

Sementara itu truk yang terlibat kecelakaan biasanya mengalami kerusakan parah akibat menabrak rumah. Truk juga bisa ditahan sebagai alat bukti kecelakaan itu. 

“Mereka ini enggak sadar. Demi konten merugikan banyak orang,” lanjut Putra. Ia berharap kepolisian bersikap objektif ketika terjadi persoalan tersebut.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga Kukuh Yudha Karnanta juga heran ketika melihat konten yang sangat membahayakan itu. “Apa ya istilahnya. Mungkin generation error,” ujar peraih penghargaan Festival Film Indonesia 2021 itu.

Dalam kajian Budaya terdapat teori maskulinitas. Bagi kelompok remaja yang membuat konten membahayakan itu, menghentikan bus dianggap sebagai simbol keberanian. 

“Saya sudah lihat videonya. Tidak ada perempuan sama sekali. Maskulinitas diukur dari kemampuan fisik menghindari maut, ” namun, ia heran, sepenting apa pengakuan itu hingga mereka rela mengorbankan nyawa.

Kukuh jadi teringat masa kecilnya di Surabaya. Ia sering “nggandol” truk atau estafet untuk menonton Persebaya. Saat itu maskulinitas di kelompoknya menganggap, belum jadi arek suroboyo, jika tidak berani melakukan hal tersebut.

Namun, ada perbedaan mencolok pada kedua fenomena itu. “Kalau Bonek kan tujuannya jelas: nonton Persebaya. Kalau mereka ini tujuannya like dan subscibe. Absurd!,” lanjut  Kukuh. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: