Yang Terbaik di Ajang Surabaya Tourism Awards 2022 (6) : Pelopor Masjid Cheng Hoo di Indonesia

Yang Terbaik di Ajang Surabaya Tourism Awards 2022 (6) : Pelopor Masjid Cheng Hoo di Indonesia

Wajah Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya dengan arsitektur Tionghoa yang khas.-Julian Romadhon-Harian Disway-

Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya menembus nominasi Surabaya Tourism Awards 2022. Bahkan akhirnya keluar sebagai juara. Menempati podium ketiga kategori excellent services.

 

SETIAP istirahat jam kerja selalu ke sini. Adem, enak buat istirahat,” kata Alfian Zanuari yang duduk di anak tangga Masjid Muhammad Cheng Hoo. Ia baru saja merampungkan salat zuhur. Ujung rambut dan wajahnya masih basah sisa air wudu.

 

Alfian duduk di anak tangga sisi kiri. Anak tangga itu pintu masuk bagi jamaah lelaki. Sementara sisi kanan khusus bagi jamaah perempuan. 

 

Ruang utama untuk salat pun tak seluas masjid-masjid pada umumnya. Mungkin bisa menampung 40-50 jamaah. Di bagian depan ada beranda yang mungil. Memanjang sekitar 6 meter dan lebar 1,5 meter. 

 

Beranda yang berbatasan dengan pagar itu menjadi tempat favorit bagi para jamaah. Terlihat lima orang tidur. Posisi mereka seperti sate yang dibakar di panggangan. Berjajar sekaligus membujur. Kaki di barat dan kepala di selatan. Menekuk. 

 

Memang tidak semua masjid boleh ditempati untuk tidur. Biasanya, aturan itu ditetapkan oleh para pengurus atau takmir masjid. Sehingga, Masjid Muhammad Cheng Hoo bisa dibilang termasuk yang istimewa.

 

Kelonggaran aturan itu ternyata juga membuat betah para jamaah. Seperti yang dirasakan oleh Nur Ifatin. Warga Bangkalan itu selalu menyempatkan mampir salat di Masjid Muhammad Cheng Hoo setiap kali ke Surabaya. “Senang aja ke sini. Adem dan nyaman buat leyeh-leyeh. Apalagi kalau siang-siang begini,” katanya. 

 

Detail bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo dengan ornamen khas Tionghoa.-Julian Romadhon-Harian Disway-

 

Saking seringnya berkunjung, Ifatin sudah saling kenal dengan para takmir masjid. Bahkan sempat mengundang para takmir datang ke acara pengajian di Bangkalan. Begitu pula sebaliknya.

 

“Umumnya, di masjid memang ada yang melarang untuk tiduran,” sahut Ketua Takmir Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya Ahmad Haryono Ong. Aturan tersebut memang sengaja tak diberlakukan. Masjid yang beralamat di Jalan Gading No 2, Ketabang, itu punya prinsip sendiri.

 

Bahwa masjid harus menjadi tempat paling nyaman untuk semua orang. Dalam keadaan apa pun. Semakin betah para jamaah, itu menandakan makin hidup suatu masjid.

 

Sehingga makin banyak jamaah yang punya momen kumpul bersama. Dari situlah solidaritas antar muslim bisa terbangun dan dikuatkan. Mereka bisa saling berbagi. Dari sekadar melepas penat hingga mencari solusi.

 

Prinsip itu juga berlaku di Masjid Cheng Hoo di seluruh Indonesia. Di Jawa Timur, misalnya, Masjid Cheng Hoo dibangun di Pandaan, Jember, Malang Selatan, dan Banyuwangi. “Karena Surabaya ini pelopornya. Jadi semua aturannya diseragamkan,” lanjut lulusan pascasarjana Ekonomi Islam IAIN Surabaya itu.

 

Sebab, Masjid Cheng Hoo memang didirikan kali pertama di Surabaya oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Nama PITI juga bisa dipanjangkan sebagai Pembina Iman Tauhid Islam. Penggagasnya adalah Liu Min Yuan atau M. Yusuf Bambang Sujanto. Membawahkan 12 anggota dewan pendiri lainnya.

 

BACA JUGA: Jadi Destinasi, Bikin Wisata Layar

 

Peletakan batu pertama dilakukan pada 15 Oktober 2001. Saat itu juga melibatkan beberapa tokoh Tionghoa Surabaya. Di antaranya, Ketua Paguyuban Masyarakat Tionghoa Surabaya Liem Ou Yen, Presiden Komisaris PT Gudang Garam Tbk Bintoro Tanjung, Direktur PT Surya Inti Permata Tbk Henry J Gunawan, dan Ketua Matakin Jatim Bingky Irawan.

 

“Tentu juga puluhan pengusaha dan tokoh Tionghoa yang lain,” ungkap Haryono. Semua masyarakat Tionghoa bersatu dari latar belakang agama apa pun. Untuk satu tujuan yaitu mendukung berdirinya Masjid Cheng Hoo.

 

Menurutnya, motivasi para pendiri pun juga sama. Yakni mengabadikan sosok Cheng Hoo atau Zheng He. Memang banyak versi cerita tentang Cheng Hoo. Tetapi, nyaris semua orang mengakui bahwa pelaut andal itu punya peran penting dalam bagian sejarah Nusantara.

 

Tercatat, Cheng Ho mengunjungi Nusantara sebanyak tujuh kali. Jejak singgahnya di beberapa tempat juga masih ada. Mulai dari Samudera Pasai, Muara Jati - Cirebon, hingga Majapahit. 

 

Pendirian Masjid Cheng Hoo memang untuk memonumenkan jasanya. Sekaligus juga sebagai pemupuk kerukunan antar suku, ras, maupun agama. “Biar masyarakat Tionghoa ingat sama beliau. Terkenang jasanya yang dicatat sebagai sejarah. Jadi nggak boleh sombong,” tandas Haryono. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: