Waspadai Jeratan Investasi Bodong: 204,7 Juta Penduduk Indonesia Terhubung Internet

 Waspadai Jeratan Investasi Bodong: 204,7 Juta Penduduk Indonesia Terhubung Internet

Esther Febriani-Esther Febriani-

Hal itu membuktikan kurangnya literasi yang dimiliki oleh masyarakat dilihat dari meningkatnya jumlah investor di Indonesia. Minimnya literasi di Indonesia ini terbukti dimana menurut survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 yang dimuat pada KemenkoPMK pada 19 November 2021.

Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Berdasarkan data dari Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan survei tentang literasi digital Indonesia pada 2021, indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021 dimana literasi digital sendiri masih berada di level sedang.

Dampak dari rendahnya literasi masyarakat ini dapat membuat mereka mudah diperdaya karena masyarakat sendiri menelan secara mentah-mentah informasi yang dilihat.

Selain minimnya literasi, masyarakat Indonesia juga sangat mudah terpengaruh sesuatu viral yang belum diketahui kevalidannya. Tak sedikit juga orang yang bergabung menjadi investor karena ikut-ikutan atau FOMO (Fear of Missing Out) terhadap hal-hal yang viral seperti investasi.

Menurut Ristia Angesti dan Imelda Dian Ika Oriza pada artikelnya yang berjudul Peran Fear of Missing Out (FOMO) Sebagai Mediator Antara Kepribadian dan Penggunaan Internet Bermasalah (Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 2018) FOMO berarti ketakutan atau kecemasan yang dimiliki oleh individu sehingga selalu memiliki keinginan untuk mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya lakukan dengan menggunakan internet seperti memantau apa yang sedang terjadi di sosial media. 

Terdapat affiliator dari platform investasi online ini yang mempromosikan dan memamerkan kekayaan yang didapat dari investasi bodong melalui sosial media sehingga masyarakat panik tak ingin tertinggal dan ingin mendapatkan hal yang serupa apalagi hasil yang diperoleh dengan waktu yang singkat.

Nilai kerugian masyarakat berfluktuasi dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2021 sebanyak 26 platform digital yang operasionalnya dihentikan karena menciptakan kerugian hingga Rp2,5 triliun.

Terakhir, masyarakat Indonesia saat ini mudah sekali tergiur terhadap sesuatu yang instan apalagi berkaitan dengan uang. Jika ada cara yang mudah daripada yang sulit, masyarakat pasti memilih cara yang mudah.

Strategi dari platform investasi bodong ini sendiri menawarkan jangka waktu yang cepat dalam penerimaan dana yang didapat dari investasi tersebut, maka akan banyak masyarakat yang tertarik akan kekayaan kemudian bergabung ke platform investasi ilegal tersebut. Mereka tidak menyadari akan kelegalan sehingga bukan mendapat untung tapi malah buntung. 

Sebagai masyrakat seharusnya kita dapat lebih aware terhadap perkembangan melalui literasi yang ada, sehingga kita tidak mudah diperdaya oleh beberapa pihak yang hanya ingin mendapat keuntungan sepihak.

Dampak yang ditimbulkan dari investasi bodong ini sendiri tentunya juga merugikan negara, dan tidak dapat kita teruskan lagi kerugian itu. Dengan lebih bijak memilih perusahaan yang terjamin tentunya kita dapat memperoleh keuntungan meskipun tidak menggunakan cara instan dan lebih bijak dalam menerima informasi yang ada di internet agar tidak mudah mengikuti tanpa mengetahui kepastian hal tersebut. (*) 

 

Esther Febriani

Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: