Misteri ”Maling”di Kasus Pembunuhan di Tangerang Selatan

Misteri ”Maling”di Kasus Pembunuhan  di Tangerang Selatan

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Polisi kesulitan. Di pembunuhan wanita SL, 35, di tempat kos di Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu, 25 Juni 2022, pukul 02.00. Orang terakhir bersama SL adalah sang pacar. Tapi, sebelum tewas, SL teriak

KAPOLRES Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu kepada wartawan, Sabtu (25/6), mengatakan, berdasarkan keterangan saksi, orang terakhir bersama SL adalah sang pacar.

SL dan pacar tiba di tempat kos itu Sabtu, 25 Juni 2022, sekitar pukul 01.00. Pacar hanya mengantarkan SL, kemudian pergi lagi. Selang sekitar sejam kemudian, SL berteriak minta tolong.

AKBP Sarly: ”Korban berkata: Tolong... maling cowok dari pintu belakang. Handphone saya diambil.”

Sambil teriak begitu, SL berjalan tertatih, membuka pintu kamar kos dari dalam, lantas keluar. 

Lokasi kos itu padat penduduk. Dalam sekejap, beberapa orang keluar, medekati SL. Ternyata, SL bersimbah darah, kemudian ambruk ke lantai.

Warga kemudian menghubungi ketua RT, diteruskan menghubungi polisi. Sekejap, polisi tiba di TKP. Memeriksa sejenak, SL masih hidup. Kemudian, dia segera diangkut ke RSUD Tangerang. Tiba di RS, korban sudah meninggal.

Saksi wanita bernama Dila, 25, kepada wartawan, mengatakan bahwa pacar SL hanya mengantar SL pulang ke tempat kos itu (TKP). Lokasinya di lantai 2. Dila tidak melihat langsung, melainkan adik lelaki Dila yang melihat itu.

”Keterangan adik saya, ia melihat cowok SL habis mengantar SL, meninggalkan tempat kos ini. Tapi, si cowok bilangnya mau beli nasi goreng. Terus pergi.”

Setelah itu, suasana tempat kos sepi. Barulah sekitar sejam kemudian, SL berteriak kesakitan.

”Jadi, waktu dia (SL) teriak kesakitan, si cowok sudah gak ada. Terus, dia ditolong warga, terus datanglah polisi,” tutur Dila.

Kesaksian Dila jika dihubungkan dengan saksi lain, yang mengatakan SL teriak, menyebut ”maling cowok”, bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud SL sebagai pelaku bukan pacar dia. Karena ada kata ”maling”.

Polisi tiba di TKP, lengkap dengan Unit K-9 (anjing pelacak). Anjing mengendus darah SL yang berceceran. Dimulai dari pintu belakang (seperti teriakn SL) menuju ke dalam kamar. Lanjut, keluar pintu depan.

Anjing lanjut menyeberang jalan. Akhirnya berhenti di satu titik di seberang jalan tempat yang jadi TKP. Di situ anjing kehilangan jejak. Alias stop.

Di dalam kamar kos, polisi menemukan pisau berlumuran darah. Terlepas dari gagangnya. Setelah dicocokkan, matching, antara bilah pisau dan gagang. Yang berarti, pisau tersebut patah.

Polisi belum berspekulasi, apakah itu pisau pembunuh SL atau bukan. Darah yang melumuri pisau masih dicek di laboratorium, dicocokkan dengan darah SL.

Seumpama pisau itu benar alat pembunuhan, bisa disimpulkan, pelaku menusukkan dengan sangat kuat. Atau mungkin mengenai tulang korban. Akibatnya, gagang pisau sampai terlepas dari bilahnya.

Sarly: ”Sekarang kami masih melakukan penyelidikan. Nanti, kalau sudah ada titik terang, kami umumkan.”

Wayne Petherick dalam bukunya, The Psychology of Criminal and Antisocial Behavior (2017), menyatakan bahwa mayoritas pembunuh adalah orang dekat korban. Atau setidaknya, orang yang dikenal korban.

Pembunuhan, yang antara pelaku dan korban tidak saling kenal, sangat jarang. Di antara yang jarang itu adalah pembunuhan bermotif ekonomi atau perampokan. Antara korban dan perampok tidak saling kenal.

Atau, pembunuhan yang dilakukan pembunuh yang sakit jiwa. Bisa beragam. Ada sosiopat (jenis gangguan kepribadian yang perilaku dan pola pikir antisosial). Atau kanibalisme.

Di kasus Tangerang, polisi fokus pada orang terakhir yang bersama korban sebelum tewas. Fokus dalam arti penyedilikan. Sebab, teori kriminologi mengatakan, umumnya pembunuh adalah orang dekat korban.

Tapi, dengan teriakan ”maling”, bisa juga masuk teori Wayne Petherick. Yakni, pembunuh tidak kenal dengan yang dibunuh karena pembunuhan bermotif ekonomi. Pencurian dengan pemberatan. Perampokan.

Polisi belum memberikan hasil sementara penyelidikan. Sebab, jika hal itu dipublikasi wartawan, akibatnya bakal menyulitkan penyelidikan polisi. Sebab, tersangka membaca koran dan mengetahui strategi penyelidikan polisi.

Dalam kondisi begini, polisi bersikap diam. Mengungkap misteri pembunuhan sambil mendekati arang-orang yang dicurigai sebagai tersangka. Biarkan polisi bekerja. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: