Mesin Modern Jangan Dipaksa Minum Pertalite, Pakar ITS: BBM Harus Sesuai Spesifikasi Kendaraan

Mesin Modern Jangan Dipaksa Minum Pertalite, Pakar ITS: BBM Harus Sesuai Spesifikasi Kendaraan

Kendaraan mengisi BBM di SPBU Wonocolo, Surabaya.-BOY SLAMET-Harian disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pengendara yang memilih pindah ke Pertalite perlu berhati-hati. Sebab, mobil atau sepeda motor keluaran terbaru banyak yang tidak didesain untuk BBM beroktan rendah.

Banyak pelanggan Pertamax yang migrasi ke Pertalite semenjak harganya naik Rp 12.500. Harganya terpaut nyaris Rp 5 ribu per liter dari pertalite yang kini masih Rp 7.650 per liter. 

Harga Pertamax dengan oktan 92 memang naik signifikan sejak 1 April lalu: dari Rp 9.000 ke Rp 12.500. Itu pun sudah disubsidi oleh pemerintah. Jika disandingkan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, harga Pertamax seharusnya Rp 16.000.

Harga Pertalite dengan oktan 90 masih bertahan di Rp 7.650. Pemerintah belum berniat menaikkannya dalam waktu dekat. Namun wacana kenaikan Pertalite sudah digembar-gemborkan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir. APBN bisa jebol jika harganya tidak disesuaikan dengan harga minyak dunia yang di atas USD 100 per barel.

Dosen Teknik Mesin ITS Bambang Sudarmanta mengatakan, sejumlah kendaraan seharusnya tidak dipaksa pakai Pertalite. Sebab, kendaraan bermotor dirancang dengan persyaratan spesifikasi bahan bakar tertentu. Terutama kendaraan dengan mesin modern.

Kendaraan modern dirancang dengan kompresi rasio tinggi. Mesinnya memerlukan bensin dengan oktan tinggi. Jika dipaksa berjalan dengan bensin beroktan rendah, maka terjadi knocking yang membuat power berkurang. “Konsumsi bahan bakar menjadi lebih besar. Juga area ruang bakar berpotensi berumur lebih pendek,” ujarnya kemarin (8/4).

Mesin dengan kompresi rasio di bawah 9 cukup diberi bensin dengan oktan 88 atau Premium. Ini banyak ditemukan di kendaraan dengan keluaran di bawah tahun 2000.

Sedangkan Pertalite cocok untuk kendaraan dengan kompresi rasio di bawah 10. Bensin dengan oktan 92 digunakan untuk mesin dengan kompresi rasio di atas 11. “Biasanya kendaraan yang baru, didesain dengan kompresi rasio yang lebih tinggi, supaya efisiensi dan tenaga lebih besar,” lanjutnya.

Knocking atau suara berisik pada mesin muncul ketika kendaraan dengan kompresi rasio tinggi dipaksa pakai Pertalite. Mesin jadi tidak halus. Ini terjadi karena bahan bakar yang kurang optimal. Bensin dengan oktan rendah memicu naiknya temperatur dan tekanan di dalam ruang bakar mesin.

Pengurangan daya dorong pada piston menyebabkan power atau tenaga kendaraan juga berkurang. Selain itu terjadinya knocking juga bisa menimbulkan tekanan lokal di area ruang bakar. Mesin bisa rusak jika hal ini terjadi dalam jangka lama. 

Pakar mesin ITS lainnya, Wawan Aries Widodo, baru saja memberikan materi pelajaran tentang oktan badan BBM kemarin ke mahasiswanya. Pengisian BBM yang tidak sesuai juga bisa diperparah ketika pemilik kendaraan jarang merawat mesin. “Sudah bensinnya tidak sesuai, oli telat, jarang servis. Ya tinggal tunggu saja kerusakannya,” ujarnya.

Ia menyadari bahwa masyarakat memang berada di posisi sulit. Perpindahan masal terjadi karena harga Pertamax dan Pertalite terpaut cukup besar.

Jika harga Pertalite dinaikkan, ia yakin pengguna Pertamax akan naik lagi. Misalnya ketika Pertalite naik jadi Rp 10 ribu per liter. “Dengan selisih Rp 2.500 atau mungkin Rp 1.500, Pertamax akan kembali dilirik,” ujarnya.

Harga keekonomian Pertalite mencapai Rp 12 ribu. Jika dinaikkan Rp 10 ribu maka subsidi yang diberikan pemerintah tidak terlalu membengkak. Selama ini angka subsidi dihitung dengan angka minyak mentah sebesar USD 63. “Sekarang naiknya sempat mencapai 120 dolar, kan? Dua kali lipat dari perhitungan APBN,” lanjut Ketua Dewan Pengawas PDAM Surabaya itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: