Kemeriahan Pesta Seni Anak-Anak di Balai Budaya: Atraksi Musik, Tari, hingga Ludrukan

Kemeriahan Pesta Seni Anak-Anak di Balai Budaya: Atraksi Musik, Tari, hingga Ludrukan

Geraldine Laura Vianne saat tampil pada peringatan Hari Anak Nasional di Surabaya.-Boy Slamet-Harian Disway-

Peringatan Hari Anak Nasional 2022 di Balai Pemuda berlangsung meriah. Ribuan anak-anak turun ke jalan untuk berkampanye. Tak hanya itu, mereka juga mendapat edukasi sekaligus menikmati gelaran seni di Balai Budaya.

 

TEMPAT duduk penonton di Balai Budaya sudah gelap. Lampu hanya menyorot ke panggung. Tepuk tangan riuh penonton menghidupkan suasana.

 

Penyanyi cilik tampil dengan ciamik di panggung. Geraldine Laura Vianne melantunkan lagu berjudul “Setinggi Langit” karya Naura Ayu. Suara emasnyi mendapat aplaus berkali-kali dari ratusan anak-anak yang menonton.

 

Aku bisa jadi apa saja

Setinggi langit di angkasa yang tak ada batasnya

Aku bisa kalau aku mau (aku bisa)

Cita-cita dan mimpiku

 

Begitu Laura memungkasi lagunyi. Langsung disambung ke nomor terakhir. Yakni lagu berjudul Andai Aku Besar Nanti karya Sherina Munaf. Lagu itu cukup populer. Anak-anak pun ikut bernyanyi bersama di tengah dan akhir lagu.

 

Laura memang masih berumur 8 tahun. Namun, torehan prestasinyi cukup gemilang. Dia sempat menjuarai kompetisi menyanyi yang bergengsi, yakni Bandung International Coral 2020. Pernah pula tampil di pentas Eksotika Bromo.

 

Bahkan, dia telah menulis lirik lagu sendiri berjudul Bersatulah untuk Indonesia. Dan saat ini tengah masuk 60 besar di ajang Indonesia Got Talent.

 

“Dulu Laura ini takut kalau di hadapan orang banyak. Terus saya ikutkan les nyanyi. Eh, ternyata malah punya bakat,” kata ibu Laura, Maria Fransiska saat ditemui di back stage. Lantas bocah cilik itu pun sudah mengasah bakatnya sejak umur 5 tahun. Mendapat asuhan intens dari Prita Kartika di Higayon Vocal Class. 

 

Di panggung besar itu, Laura tampil maksimal. Apalagi diiringi organ dari musisi berbakat. Yakni Tegar Maulana Rozaq, siswa SLB B-C Optimal Surabaya.

 

Tegar tampil dengan topi koboinya. Gayanya seperti musisi jazz andal. Dengan kaus hitam yang ditutup oleh jas abu-abu dan celana pendek hitam.

 

Ia memang tak bisa melihat dunia. Sebab sejak kecil sudah tunanetra. Namun, keterbatasan itu justru membuatnya bisa unggul dalam bermusik.

 

Kepekaan Tegar terhadap nada tak bisa ditutupi. Jari-jemari siswa kelas 6 itu begitu lihai menari di atas tuts. Menyajikan harmoni yang sempurna dengan suara Laura.

 

“Biasanya sambil nyanyi juga. Tapi sudah ada Laura, ya sudah main organ aja,” tegasnya. Tegar belajar organ secara otodidak. Dalam waktu tiga tahun ia sudah mahir. Ditambah dua tahun belakangan ia ikut kelas organ profesional.

 

Duo musisi itu terlihat serasi. Saat lagu pemungkas dimainkan, keduanya mendapat apresiasi yang tinggi. Apalagi ketika Laura menuntun Tegar keluar dari panggung, sebagian penonton pun spontan standing aplaus.

Anak-anak Surabaya nonton bareng peringatan Hari Anak Nasional.-Boy Slamet-Harian Disway-

 

Hiburan tak berhenti di situ. Penampil berikutnya adalah kelompok parikan dari anak didik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surabaya. Tiga orang menggemparkan panggung.

 

Badai Satria dan Asoka Taruna Gama tampil mengenakan pakaian adat Madura. Satunya dengan udeng di kepala, satunya dengan kopiah yang dipasang miring. Badai membawa kentongan kecil, sementara Asoka membawa botol plastik.

 

Siswa SDN 5 Pakis itu bersahut-sahutan memberi parikan. Begitu juga dengan Ghokan Lee De Kaguya Al Azraqy dari SMPN 56 Surabaya, yang mengenakan pakaian adat Ponorogo.

 

Dengan Parikan, mereka menyampaikan pesan-pesan edukatif tentang kekerasan terhadap anak. Agar semua anak-anak lebih mengerti apabila mendapat perlakuan kekerasan. Baik yang bersifat verbal, fisik, maupun seksual. Asoka pun menutup dengan penggalan parikan dengan paripurna:

 

Gawe santen dicampur gulo

Uget-uget iku jenenge ulo

Cekap semanten parikan kulo

Mugo saget dimaknano

 

Penampil lain juga tak kalah seru. Ada tari remo yang disajikan 5 anak perempuan dari pelajar binaan Wahana Visi Indonesia. Juga 3 penari anak dari SMPN 50 Surabaya yang menyajikan Tari Sparkling Surabaya.

 

Begitupun dengan anak-anak dari kampung KB Kapasari. Penampilan ludruk mereka pecah. Banyolan-banyolan Suroboyoan yang dibawakan mereka sanggup mengocok perut para penonton. Makin sempurna dengan iringan musik karawitan dari pelajar SMPN 3 Surabaya.

 

Acara itu dipungkasi dengan khidmat. Panitia memutar film berjudul Aku Arek Suroboyo karya Heri Lentho. Pemutarannya diselingi dengan aksi teatrikal para pelajar. Film yang menyoroti adegan perobekan bendera Merah Putih Biru di Hotel Yamato itu membangkitkan jiwa nasionalisme dan patriotisme anak-anak. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: