Lola Amaria Cari Barokah dari ”Pesantren”

Lola Amaria Cari Barokah dari ”Pesantren”

--

Jika Anda menyaksikan film Pesantren yang tayang serentak hari ini, 4 Agustus, itu karena peran Lola Amaria. Aktris, produser, dan sutradara yang mendistribusikannya. Inilah penantian lama hingga akhirnya film dokumenter itu tayang di bioskop dan bersaing layar dengan film komersial lainnya.

Memang panjang sekali perjalanan film ini. Hingga akhirnya Lola Amaria dari Lola Amaria Production -selaku distributor film- itu menayangkannya serentak di bioskop. Alasannya idealis. Dia meyakini bahwa isu yang dibawa film Pesantren sangatlah penting untuk Indonesia saat ini. ”Karena itulah saya mau mendistribusikan film ini secara massif di jaringan bioskop komersil,” katanya dalam jumpa pers dan pers screening pada Senin, 1 Agustus 2022, di XX Epicentrum Jakarta Selatan.

Menurut Lola Amaria, Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, bahkan disebut tak kurang memiliki 25 ribu pesantren perlu mendapat ruang untuk menceritakan pesantren yang hidup di tanah air sejak lama. Apalagi sutradara film Pesantren Shalahudin Siregar mengatakan bahwa film ini bukan film agama.

Pesantren justru dibuat untuk meluruskan pandangan orang-orang tentangnya. Bahwa ada pemikiran pesantren adalah sarang sekolah teroris. ”Mungkin karena pesantren terkesan tertutup. Banyak stigma negatif yang dilekatkan. Padahal sebenarnya apa yang kita tahu tentang institusi pendidikan tertua di Indonesia ini?” katanya.

Karena itu melalui film tersebut, Lola Amaria ingin masyarakat tahu bagaimana kehidupan para santri di pesantren. Melalui kisah dua santri dan guru muda di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, di daerah Cirebon, Jawa Barat. Dan menampik stigma bahwa pesantren kerap dikonotasikan sebagai sarang teroris.

Buat Lola Amaria, mendistribusikan Pesantren tak seperti perlakuannya pada film-filmnya yang lain. Dia melakukan itu tidak semata-mata mencari untung. Dia pun tak banyak berharap pada penjualan tiket. ”Kita tahu bahwa film dokumenter seperti film ini, sangat khusus peminatnya,” ujarnya.

Lola Amaria melihat bahwa cerita dalam film ini sangat nyata dengan kehidupan para santri. Itulah makanya dia berusaha agar film ini bisa disaksikan banyak orang. ”Saya belajar ilmu barokah dari film ini. Karena itu saya tidak berharap tentang pendapatan dari penjualan tiket, tapi barokahnya. Meski sedikit yang nonton tapi kalau berdampak besar, itu barokah,” katanya.

Perjuangan Lola Amaria tak mudah. Sebenarnya ada keinginannya bisa menayangkannya di 100-an layar bioskop XXI di seluruh Indonesia. Tapi pihaknya hanya diberikan 30 layar, dan 10 layar di kitaran Jabotabek.

Film dokumenter karya sutradara Shalahudin Siregar itu diproduksi pada 2015. Pembuatannya mendapatkan dukungan dari In-Docs, Steps International, Talents Tokyo, Serta dua stasiun TV Internasional, NHK dan Al Jazeera Documentary Channel.

Saat dirilis pada 2019, film ini justru ditayangkan di Amsterdam, Belanda dalam ajang International Documentary Festival Amsterdam. Di tangan Lola Amaria, semula film itu akan ditayangkan 2020. Tapi pandemi membuatnya mundur.

Sejak melihat film itu pertama kali, Lola Amaria memang tertarik. Tepatnya melihat ketika masih dalam proses editing di Jerman pada 2018. ”Saat itulah saya baru melihatnya utuh. Saat dikerjakan oleh orang Jerman. Saya bilang kalau film ini harus naik sebagai perspektif bahwa pesantren dan Islam itu berkembang dengan sangat baik,” ujarnya.

Sebelum tayang di bioskop, dalam beberapa tahun terakhir, Pesantren sudah ditayangkan untuk kalangan terbatas antara lain di beberapa kampus dan pesantren di Indonesia, bahkan beberapa festival di luar negeri. Juga sempat tayang dan menjadi pembuka Madani Film Festival yang berlangsung pada 27 November hingga 4 Desember 2021. ”Saya sudah membawa keliling ke 10 pesantren,” katanya.

Saat pers screening, turut menyaksikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Sekretaris Umum PP Muhammdiyah Abdul Mu’ti serta budayawan Mudji Sutrisno serta para pelakon di film itu termasuk Nyai Hj. Masriyah Amva pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Ciwaringin Cirebon yang menjadi lokasi pembuatan film. Termasuk sutradara Shalahudin Siregar dan kru film. (*)

Sumber: