Pemda Lambat Serap Anggaran

Pemda Lambat Serap Anggaran

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

PEMERINTAH DAERAH (pemda) belum benar-benar serius menggerakkan ekonomi di daerah. Itu terlihat dari penyerapan anggaran pemda yang lambat. 

Ratusan triliun dana APBD pun hanya mengendap di perbankan. Berdasar catatan Kementerian Keuangan, per akhir Juni, uang pemda yang mengendap di perbankan mencapai lebih dari Rp 200 triliun. 

Dalam situasi pemulihan pascapandemi Covid-19, anggaran pemda sangat penting untuk menggerakkan ekonomi di daerah. Sebab, kalangan industri masih wait and see sehingga menahan investasi mereka. Anggaran pemda pun menjadi sangat diandalkan. 

Government expenditure memang menjadi sangat penting dalam kondisi seperti ini. Pengeluaran pemerintah yang tepat –untuk investasi misalnya– akan menambah infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industri. Pabrik-pabrik pun bermunculan, tenaga kerja diserap, dan pekerja pabrik bisa kembali bekerja. Pengangguran pun menurun. 

Dalam pemulihan pascapandemi, belanja pemerintah (government expenditure) itu memang menjadi sangat penting bagi perekonomian. Sebab, itulah pendorong perekonomian yang bisa dipastikan dan bisa dikontrol pemerintah. Lainnya, konsumsi masyarakat,  investasi, dan ekspor tidak bisa dikontrol pemerintah. 

Perlu diketahui, nilai perekonomian suatu negara diukur dari produk domestik bruto (PDB). Umumnya, PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu produksi, pendapatan, dan pengeluaran.  

PDB pengeluaran merupakan besaran nilai produk barang dan jasa (output) yang dihasilkan di dalam wilayah domestik untuk digunakan sebagai konsumsi akhir oleh rumah tangga termasuk lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), pemerintah, ditambah dengan investasi (pembentukan modal tetap bruto dan perubahan inventori), serta ekspor neto (ekspor dikurang impor).

Dari keempat komponen itu, konsumsi masyarakat memiliki kontribusi paling besar terhadap perekonomian. Secara nasional, kontribusinya mencapai 58 persen. Itulah yang juga menyelamatkan ekonomi nasional saat krisis keuangan atau krisis kesehatan seperti saat pandemi lalu. Sebab, konsumsi lebih terjaga. Sementara itu, investasi dan ekspor sangat terganggu pada saat krisis. 

Saat pandemi lalu, mobilitas sangat terbatas. Masyarakat banyak tinggal di rumah dan beralih pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok. Itu menyebabkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi menurun. 

Dampak berikutnya adalah menurunnya produksi sehingga kebutuhan investasi juga turun. Begitu juga ekspor akan sangat terganggu oleh pandemi karena permintaan dari luar negeri juga menurun. 

Pascapandemi, pengeluaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi begitu penting. Sebab, inilah yang bisa diharapkan meningkat. Apalagi, anggaran pemerintah pascapandemi sangat besar. 

Seharusnya, pemda segera menyerap anggaran dengan menjalankan program-program kerjanya. Terutama untuk pembangunan infrastruktur. Tidak mengendapkan anggarannya di perbankan. 

Yang menarik, tren simpanan anggaran pemda di bank terus meningkat. Dari bulan ke bulan. Pada Januari, simpanan pemda yang ngendon di bank lebih rendah. Begitu seterusnya. Fakta tersebut menunjukkan bahwa penyerapan anggaran pemda lebih lambat daripada tambahan pendapatannya. 

Penerimaan pemda berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak daerah dan retribusi daerah,  pendapatan dari badan usaha milik daerah (BUMD), dana perimbangan keuangan dari pemerintah pusat, dan penerimaan lain-lain. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait