Arek Limo oleh Yoes, Anggi, Fathur, Rudy, dan Sentot (2): Berlima Memicu, Bersama Memacu

Arek Limo oleh Yoes, Anggi, Fathur, Rudy, dan Sentot (2): Berlima Memicu, Bersama Memacu

Yoes Wibowo, Anggi Heru, Fathur Rojib, Rudy Asri dan Sentot Usdek yang tergabung dalam pameran Arek Limo. --

Menggairahkan dunia seni di Sidoarjo tak bisa sendirian. Maka Arek Limo yang digagas Yoes Wibowo, Anggi Heru, Fathur Rojib, Rudy Asri dan Sentot Usdek, menggugah semua pihak untuk membangun kultur berkesenian yang baik di Kota Udang itu, bersama-sama. 

Berkarya yang baik adalah jawaban yang paling jitu di atas segala kondisi yang terjadi. Itulah yang Arek Limo lakukan dalam pameran di Rumah Budaya Malik Ibrahim, di Jalan Malik Ibrahim No 39, Pucanganom, Sidoarjo, yang dikelola Satriagama Rakantaseta.

Tak sekadar membuat ukuran karya menjadi besar, namun pesannya pun dihantar masing-masing perupa dengan nilai ’besar’. Tengok saja karya Sentot berjudul Warisan Budaya Negeriku Sentot berlatar bendera merah putih yang dibentuk seperti amplop.
Karya Sentot Usdek yang menyapa para penikmat seni rupa Sidoarjo dengan masukan makna-makna yang dalam selain visual yang memukau.

Figur anak kecil merangkak di tengah, menghampiri amplop-amplop kecil yang menjulur ke bawah, menggantung diikat tali tipis. ”Budaya amplop kan sudah lazim di negeri ini. Ada duit, ada jalan dan solusi,” ungkapnya, dalam pameran yang dibuka oleh Sigit Widiyatmo, seorang guru SMPN Balongbendo.

Anak kecil dalam lukisan tersebut menggambarkan bahwa budaya pemberian amplop atau suap, jika dibiasakan terus-menerus akan merusak generasi.

Sentilan terhadap pemerintah ditunjukkan pula lewat karyanya berjudul Justice not for All. Figur perempuan dengan membawa timbangan di tangan kiri, serta pedang di tangan kanan. Matanya tertutup sehelai kain. Seperti penegak hukum yang kesulitan menentukan keputusan, karena semua serba tak terlihat. 

Pada bagian bawah lukisan tersebut terdapat objek dompet dengan lembaran-lembaran uang yang bermunculan. ”Itu cerminan hukum di Indonesia yang dipermainkan sedemikian rupa sehingga upaya masyarakat kecil untuk mencari keadilan dan keputusan hukum sangat sulit,” terangnya.
Salah satu dari enam karya Rudy Asri yang dibawanya untuk pameran Arek Limo sejak 6 hingga 14 Agustus.

Rudy ’garang’ memajang enam karyanya yang bergenre kontemporer. Ia memaknai perjalanan manusia dalam menempuh hidup. ”Lukisan saya mewakili sebagian kecil dari kisi-kisi kehidupan. Maknanya silakan diramu masing-masing,” tuturnya.

Seperti karya Waktu Mandi, dengan figur bayi berkubang, tali pusarnya masih tampak. Dalam 8 Tahu hingga Keluarga Bahagia, ada kesan perjalanan manusia menempuh masa remaja hingga berkeluarga. 

Puncaknya adalah dua karya Bunga Harapan dan Mimpi Putri. Ketika seseorang mulai memikirkan masa depan.

Paling bontot di antara kelimanya, Anggi, membawa dua karya yang dibuatnya dengan material kayu. Di antaranya berjudul Pamomong dan Bersandar. Kehadiran Anggi menjadi ’jembatan’ dengan selera anak muda masa kini.

Persembahan kelima perupa hingga 14 Agustus itu mendapat apresiasi positif dari publik. Pelukis senior Masdibyo dan karikaturis Wahyu Kokkang yang sempat mengunjungi pameran pada 13 Agustus, menilai Arek Limo telah mengawali langkah yang bagus untuk mendukung perkembangan seni rupa di Sidoarjo. 

”Saya salut karena Arek Limo berani berkarya dengan ukuran kanvas besar. Sebagian besar realisme dan masing-masing punya kekuatan. Semangat ini harus berkelanjutan,” ungkapnya sembari menepuk pundak Yoes yang menemani Masdibyo meninjau pameran.

Senada, Wahyu -karikaturis yang identik dengan rambut panjang serta bucket hat- itu berujar sama.”Saya suka dengan semangat kawan-kawan pelukis Sidoarjo. Karya mereka bagus,” pujinya.
Karya Anggi Heru (kiri) di antara karya-karya Arek Limo yang terpajang menawan di Rumah Budaya Malik Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: