Spesies Katak Emas Punah, Alex Grillo dan Gayam 16 Pentaskan Legenda Godogan

Spesies Katak Emas Punah, Alex Grillo dan Gayam 16 Pentaskan Legenda Godogan

Legenda Godogan bicara tentang filsafat alam, katak, dan segala hal yang dilakukan Godogan. Para aktor bersahutan dalam dialog antara bahasa Indonesia dan Prancis.--

Legenda Godogan mengusung konteks permasalahan masa kini. Tertuang dalam cerita rakyat lantas dikolaborasikan dengan sistem musik digital dan tradisional. Narasi Indonesia dan Prancis berkelindan dengan bunyi-bunyian khas yang muncul dari pengolahan tersebut.

Alex menangkap bahwa ritual kungkum atau berendam adalah salah satu sarana bagi masyarakat Jawa untuk menenangkan diri. ”Proses perenungan, mengilhami suatu masalah, dilakukan dalam kegiatan itu," ujarnya saat jumpa pers, siang sebelum tampil.

Kungkum itu juga dilakukan oleh aktor Godogan. Dengan gesture lebar, ia seolah berenang-renang kemudian berendam. Diselingi efek suara air yang dibunyikan dengan piranti digital. 
Saat itu Alex memukul kedua laras pelog dan slendro. Dua alat gamelan dengan bunyi berbeda namun dibutuhkan untuk pengayaan nada. Tinggi dan rendah beriringan. Nada yang tak dimiliki slendro dijangkau lewat pelog. Begitu pun sebaliknya.

Godogan mengenakan topeng katak. Ia menjadi katak pula dan seakan bergumul dengan katak-katak lain yang diwakili suara. Aktor perempuan berjalan, tersenyum, membawa boneka katak. ”Godogan menyelam dengan gembira. Ditelan kerahiman air. Katak-katak lain tersenyum menyambutnya,” ujar Azied.

Alat musik yang membunyikan getaran, berbentuk semacam gasing dimainkan. Azied menyayat sitar dengan pola tak beraturan. Kedua aktor saling menari. Lalu turun di bawah panggung. Seakan menyelam. ”Kunang-kunang pergi saat Subuh. Orang mencari Godogan di sawah,” ujar Azied lagi.

Alex dan Azied membawa saron dan bonang, pergi mengitari penonton sambil meneriakkan nama Godogan. Sesekali mereka memukul alatnya masing-masing. ”Godogan ke mana? Gak ketemu kodoke, Rek!,” teriak Sudaryanto. Dengan diksi Suroboyoan, ia mengeluh mencari Godogan yang telah menjadi katak. 
Legenda Godogan bicara tentang filsafat alam, katak, dan segala hal yang dilakukan Godogan. Para aktor bersahutan dalam dialog antara bahasa Indonesia dan Prancis.

Persiapan pementasan yang digagas Alex itu lumayan panjang. Ia baru berlatih bersama tim pada Mei 2021. Tantangan yang dihadapinya menyangkut perbedaan budaya. Namun karena kedekatan dengan para seniman mereka mampu menyatukan kedua kebudayaan itu. ”Ini sekaligus sebagai ulang tahun persahabatan saya dan seniman Indonesia. Sudah 25 tahun,” ungkapnya. 

Aktor Godogan dikisahkan sebagai ahli bio akustik yang memelajari nyanyian katak. Ia protes terhadap keserakahan manusia yang menyebabkan terganggunya ekosistem alam. 

Pemanasan global, misalnya, ikut bertanggung jawab punahnya beberapa spesies katak. ”Salah satunya adalah katak emas Monteverde yang masih saya lihat pada 1990. Tapi punah pada 2021,” ungkapnya.

Pementasan gamelan yang pernah dilakukan Alex pernah berlangsung di beberapa tempat. Pada 1997 ia berpartisipasi dalam Festival Internasional Gamelan di Yogyakarta. Pada 2019, Alex diajak memainkan lima miniatur gamelan, vibraphone, dan elektronik. 

Kini, bersama Gayam 16, ia mementaskan Legenda Godogan yang memasukkan unsur kearifan lokal Jawa. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: