Nonton YouTube, Istri Dibakar

Nonton YouTube, Istri Dibakar

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

SES rendah berfondasi pada miskin ekonomi. Keluarga dengan miskin ekonomi otomatis sulit membayar sekolah anak-anak mereka. Jadilah kelengkapan SES rendah: Miskin harta, miskin ilmu.

Pantas saja, kejadian-kejadian sepele dalam rumah tangga di Indonesia bisa meletus seperti kasus di Depok itu. Terjadi di mana-mana. Bermula dari sepele-sepele.

Sebab, mayoritas masyarakat kita masih miskin. Dalam arti ekonomi. Bahkan, banyak yang masih sulit beli makan. Yang layak.

Teori Farrington tidak menyoroti masyarakat dengan SES tinggi. Terkait kriminologi. Misalnya, kasus Duren Tiga adalah keluarga dengan SES tinggi.

Tapi, teori Farrington menyebutkan, tidak semua orang yang pada masa kanak-kanak dibesarkan dari keluarga SES rendah, setelah dewasa mereka jadi penjahat atau berperilaku kejam. Tidak semua. Sebab, bukan hanya SES penentu orang jadi penjahat. Ada beberapa variabel lain.

Salah satu variabel signifikan adalah coping (kendali diri). Anak-anak yang hidup di keluarga dengan SES rendah, tapi ia punya tingkat coping tinggi, kecil kemungkinan ia jadi penjahat.

Disebutkan di buku, coping adalah mekanisme psikologis yang digunakan untuk mengatasi, atau meminimalkan, dampak ancaman atau tantangan yang dirasakan setiap orang atau anak. 

Coping bersifat genetik. Sejak lahir. Otomatis. Tapi, bisa juga diajarkan.

Anak-anak dengan tingkat coping rendah lebih tertarik pada perilaku berisiko. Anak model begitu harus dibimbing mengendalikan diri, menahan emosi. Secara genetik, ia punya tingkat coping rendah. Tapi, kemudian diajari mengendalikan diri. Terutama oleh ortu.

Maka, manusia dengan tingkat coping rendah harus segera menyadari kelemahan tersebut. Untuk diperbaiki. Tapi repotnya, mayoritas anak-anak belum paham itu. Bahkan, orang dewasa yang mendidiknya pun belum tentu sadar potensi bahaya anak tersebut di masa depan.

Di kasus Duren Tiga, teori coping tersebut masuk. Punya hubungan kausalitas dengan pelakunya.

Fokusnya di kasus Depok adalah problem utama masyarakat kita sekarang. Wajib dipikirkan semua orang, terutama penyelenggara negara.

Repotnya, penyelenggara semua negara selalu gonta-ganti. Satu kepala membawa banyak gerbong. Membentuk geng politik. Geng itulah yang berkuasa.

Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan, kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak telantar.

Itu belum sepenuhnya dilaksanakan. Bukti, banyak pengemis dan pengamen di jalanan. Bisa jadi, karena terlalu banyak fakir miskin dan anak telantar. Yang dalam teori Farrington, disebut SES rendah. Di sini SES sangat rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: