Galung Wiratmaja dalam Ya’tra Art di Mola Art Gallery; Alam adalah Art Space

Galung Wiratmaja dalam Ya’tra Art di Mola Art Gallery; Alam adalah Art Space

Dua karya Galung Wiratmaja yang terpajang di dinding Mola Art Gallery Cimahi. Sebelah kiri berjudul Mountain Nature.--

Dalam ya’tra yang dijalaninya untuk meraih pencapaian estetik, Galung menemukan bahwa alam, di mana pun berada, merupakan bentuk art space. 

”Semua sudut di alam merupakan art space. Ia tak terbatas galeri atau ruang-ruang publik. Tapi alam dan segala pesonanya merupakan ruang pamer karya Tuhan yang disediakan untuk manusia. Gratis. Bahkan bisa dimanfaatkan,” terang alumni Jurusan Seni Rupa Universitas Udayana itu.
The Light of Garden

Dalam Mountain and Fog yang dipajang dalam pameran Ya’tra Art di Mola Art Gallery, Galung menunjukkan bahwa suasana alam, dengan bayang gunung dan aksen warna menebal dan bergulung seperti kabut adalah salah satu bentuk art space alami. 

Sebuah ruang yang menampilkan pesona artistik pemandangan alam lereng gunung yang tak tertandingi.

Galung makin menunjukkan bahwa alam itu indah lewat figur-figur yang juga sedang menikmati keindahan alam dengan cara membuatnya menghadap ke belakangi. Seperti dalam The Light of Green. ”Ada pesan saya bahwa pesona alam dapat terus dinikmati bila tidak diganggu oleh keserakahan,” katanya. 
Mountain and Fog

Sebagaimana ujaran filsuf besar India, Mahatma Gandhi. Alam sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tapi alam tak akan cukup untuk memenuhi keserakahan manusia. ”Kita lihat saja fenomena yang terjadi sekarang. Banyak hutan ditebang, lahan-lahan hijau digunduli demi kepentingan manusia,” ungkapnya.

Berdasarkan kegelisahan itu, dalam ya’tra atau proses perjalanan estetiknya, Galung menemukan karakter karya yang dapat disebut sebagai paduan naturalis-impresif. Visual alam masih tergambar cukup jelas.

Secara teknis, Galung dapat menghadirkan sisi impresif yang soft. Warna-warna lembut yang tak terlalu ramai dengan gejolak-gejolak warna atau sebagai olahan pencahayaan. Kesan naturalistiknya masih kentara dan cukup nyaman dipandang. 

Ya’tra bagi Galung masih belum selesai. Baginya, selama berkecimpung dalam dunia seni rupa, seumur hidup ia akan terus melakukan ya’tra. Termasuk belajar, mencari bentuk-bentuk estetika baru, dan sebagainya.

Bahkan tak menutup kemungkinan bila ia sampai pada titik jenuh dengan karakternya yang sekarang, ia beralih untuk mengeksplorasi objek atau tema-tema lain. Baginya ya’tra bersifat dinamis dan terus bergerak. 

”Jika saya suntuk pada tema-tema yang saya geluti saat ini saya akan beralih. Itu kebebasan seniman. Asal tak meninggalkan ciri khas,” ungkap perupa yang berdomisili di Sukawati, Gianyar, Bali itu. 

Karena itu bisa saja, Galung berangsur-angsur beralih pada gaya abstrak ekspresionis. Namun tentu saja ia tetap ingin pada basisnya, lansekap. ”Ya mungkin ke depan, saya membuat figur-figurnya makin terlihat lebih samar. Itu juga proses ya’tra,” katanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: