Bacokan buat Mantan

Bacokan buat Mantan

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Aniaya motif asmara tidak selalu dilakukan pria terhadap wanita. Pemuda EYW, 28, dibacok orang suruhan eks pacarnya, AB, 21, di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Untung, EYW tidak mati.

PEMBACOKNYA pria AMK, 20, yang ternyata mantan pacar AB juga. AMK membacok EYW dengan dibantu MHF, 19, dan NPA, 19.

Cantikkah AB sehingga punya dua mantan dan bisa mengerahkan tiga pemuda membacok EYW? Jawabnya: Relatif. Tinggi badan AB sekitar 155 cm, berat sekitar 60 kg, kulit cokelat, jidat nonong, mata galak, hidung dan bibir selalu tertutup masker.

Ditilik dari usia para pelaku, memprihatinkan. Mereka remaja baru gede. Motifnya sepele. Tapi, mereka merencanakan pembunuhan yang korbannya tidak mati.

Kanitresmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Maulana Mukarom kepada pers, Jumat, 23 September 2022, menceritakan kronologinya.

Hubungan para pelaku terhadap korban: AB mantan EYW. AB sakit hati pada EYW. Eksekutor pembacok, AMK, mantannya AB, juga punya dendam kepada EYW. Sedangkan pelaku MHF dan NPA membantu, ikut menganiaya EYW.

Jadi, EYW dikeroyok pria: AMK dan MHF. Joki motornya NPA. Perancang aniaya itu AB.

Kamis, 4 Agustus 2022. AB menelepon EYW ngajak ketemuan. EYW setuju. Disepakati ketemu di suatu tempat, di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Sebelum EYW tiba di titik temu, AB mengatur: Tiga pria kenalannya, AMK, MHF, dan NPA, ngumpet di sekitar TKP.

EYW datang sendirian. Tiba di TKP, langsung diserbu AMK berpisau, MHF menghajar EYW dengan tangan kosong. Dalam sekejap, EYW luka parah.

Kompol Maulana: ”Luka korban parah. Terutama yang dibacok di kepala. Batok kepala hampir terbelah. Dan luka-luka kecil di badan.”

Korban tumbang berdarah-darah. Para pelaku kabur. Pelaku mengira, korban sudah tewas. Namun, setelah dilarikan ke rumah sakit, EYW bisa diselamatkan. Sampai tulisan ini dibuat, EYW masih dirawat di RS.

Polisi menyidik kasus itu cukup lama. Akhirnya, AB ditangkap polisi pada Kamis, 22 September 2022. Atau lebih dari sebulan saat kejadian. Berikutnya, ditangkap para pelaku lainnya.

Maulana: ”Hasil penyidikan dari pelaku, tidak ada iming-iming uang (bayaran) dari AB. Motifnya dendam lama, terkait cinta segitiga. Tapi, masih terus kami dalami lagi.”

Cinta segitiga berakhir kejam. Topik yang lazim. Dan mengerikan. Tapi, mengapa sampai segitu benci? Bukankah dulu mereka saling cinta?

Soal ini ada risetnya. Riset dilakukan dosen dan mahasiswa Normal University (berdiri 1933), Guangzhou, Tiongkok, pada 2017.

Dr Yanhui Xiang, asisten profesor psikologi, dan dua mahasiswanya, Wang Jin dan Mo Lei, membukukannya alam karya yang bertajuk ”The Deeper the Love, the Deeper the Hate”. Dipublikasi di jurnal ilmiah kampus itu pada 7 Desember 2017.

Jumlah responden 60, mahasiswa-mahasiswi universitas tersebut. Satu responden dikeluarkan karena kurang memahami instruksi periset.

Sebanyak 59 responden (30 laki-laki, 29 perempuan) usia rata-rata 20 tahun.

Perincian responden: 18 persen mengatakan, mereka mencari hubungan (pacar), 33 persen sedang menjalin hubungan, 24 persen pernah putus cinta, dan 25 persen tidak pernah menjalin hubungan.

Kepada mereka diberi simulai, memilih pacar, tahap selanjutnya seolah berpacaran. Riset selama kurun waktu tertentu. Hasilnya, begini:

1) Perasaan cinta dipengaruhi kesamaan antar-dua individu yang bercinta.

Artinya, individu responden yang secara eksperimental dibujuk untuk mengalami perasaan cinta merasakan cinta yang lebih kuat terhadap seseorang dari lawan jenis, yang mirip dengan mereka.

Kesamaan menyangkut status sosial, hobi, bidang studi, makanan kesukaan, cara berpikir, tingkat kecerdasan.

Sampai batas tertentu, mereka menganggap ”kesamaan” sebagai faktor penting yang berkaitan dengan kepuasan hubungan.

Individu yang mirip satu sama lain dengan mudah membentuk kesan yang baik satu sama lain dalam waktu singkat.

2) Hubungan kausalitas antara cinta romantis dan kebencian jika hubungan mereka putus.

Ketika hubungan cinta antar-dua individu (berbeda jenis kelamin) putus, akibat pengkhianatan, maka otomatis menimbulkan kebencian. Baik terhadap individu yang dikhianati maupun pengkhianatnya.

Makin dalam cinta (diukur dari kurun waktu berpacaran), makin dalam benci. Makin dangkal cinta, makin dangkal benci.

Di sini peneliti mengutip Prof C. Fred Alford dalam bukunya, ”Hate is the Imitation of Love” (2005). Buku itu best seller di Amerika Serikat. Mungkin pembelinya orang-orang ”korban cinta”. Karena isinya mellow banget.

Peneliti lalu memasukkan konsep ”Persepsi Ekuitas”. Berdasarkan teori ekuitas, bahwa ekuitas dapat dicapai dengan mengubah persepsi seseorang tentang investasi dalam hubungan, berbanding atau hasilnya.

Menurut teori ekuitas, nilai suatu ekuitas dihitung dari input individu dan dampak yang dihasilkan.

Gampangnya begini: Makin banyak seseorang berkorban terhadap pasangannya (traktir makan, belikan baju, belikan motor, mobil, rumah), otomatis orang itu berharap imbalan kasih sayang yang kurang lebih sebanding dari pasangan. Itu kodrati manusia.

Jika hubungan asmara mereka putus akibat pengkhianatan, dan pengkhianatnya adalah orang yang selama ini banyak menerima pemberian, tingkat kebencian si pemberi naik dibanding tingkat kebencian si penerima.

Jadi, makin tinggi cinta seseorang terhadap pasangannya, makin banyak investasi psikologis yang ia tanamkan.

Ketika hubungan itu putus, akibat apa pun, maka setiap individu langsung mengkalkulasi. Hitung-hitungan. Apa saja yang sudah ia berikan. Makin banyak memberi, makin nyesek.

Memang, kebencian bakal surut saat seseorang mengikhlaskannya. Proses surut ditentukan oleh tingkat keimanan (agama), juga oleh waktu, kedewasaan, kesibukan, dan tentu saja seperti lagu Didi Kempot: ”Pamer Bojo” anyar.

Di kasus tragedi Pesanggrahan, tidak diungkap, sedalam apa cinta AB terhadap korban EYW? Berapa nilai ”Persepsi Ekuitas”?

Juga, mengapa AMK membacok EYW sampai begitu parah, padahal tidak ada bayaran? Juga, AMK toh mantan pacar AB, mengapa ia mau disuruh AB bertindak yang mengarah pembunuhan?

Kasus itu cuma contoh kecil dari ”anak-anak kecil”. Tapi, bisa juga menimpa ”orang-orang besar” dengan eskalasi heboh nasional. Internasional.

Sebab, cinta asmara punya kenikmatan sekaligus kepahitan. Seperti bunyi sajak Kahlil Gibran:

Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia. Walau jalannya berliku-liku.

Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah. Walau pedang tersembunyi di sela sayap itu, melukaimu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: