YLBHI Uangkap 12 Kejanggalan Tragedi Kanjuruhan
ANGGOTA LBH Surabaya Jauhar Kurniawan menyampaikan hasil investigasi tim YLBHI terkait tragedi Kanjuruhan.-zoom-
MALANG, HARIAN DISWAY -- Tragedi Kanjuruhan sudah melewati masa berkabung 7 hari. Namun, penyebab pasti meletusnya tragedi yang menewaskan 131 orang itu belum terungkap. Meski enam tersangka sudah ditetapkan.
Presiden Jokowi meminta Menko Polhukam Mahfud MD turun tangan secara langsung untuk menggelar investigasi. Yakni dengan membentuk Tim Independen Gabungan Pencari Fakta (TIGPF). Publik pun masih menunggu hasilnya.
Di sisi lain, ada beberapa instansi yang juga membentuk tim. Di antaranya Komnas HAM, PSSI, bahkan tim dari Aremania. Semuanya belum mengungkap hasil investigasinya.
Sore kemarin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendahului. Ada 12 temuan kejanggalan yang berhasil ditemukan oleh tim pencari fakta koalisi masyarakat sipil. Investigasi itu berlangsung selama tujuh hari belakangan.
Mereka mengungkap fakta itu dengan menemui para korban. Juga pemantauan langsung di lokasi kejadian, Stadion Kanjuruhan. ”Pada titik awal, suporter yang turun ke lapangan tidak untuk melakukan kekerasan,” ujar Anggota LBH Surabaya Jauhar Kurniawan saat konferensi pers virtual, Minggu, 9 Oktober 2022.
Ia menyayangkan penanganan pengamanan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya itu. Seharusnya, kata Jauhar, aparat keamanan tidak melakukan tembakan pada kondisi eskalasi massa yang mulai mereda.
Bahkan aparat tidak memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menembakkan gas air mata. Padahal, polisi bisa menembakkan water cannon sambil memberi imbauan kepada suporter
”Kami melihat adanya potensi pelanggaran terhadap aturan pengendalian massa,” ungkapnya. Sebab, penggunaan gas air mata itu berada pada level ketiga. Sebelumnya harus didahului dengan imbauan secara lisan, penertiban massa, penggunaan water cannon.
Menurut keterangan saksi, mereka tidak mendapat pemberitahuan secara lisan dari petugas kepolisian atau pun penggunaan water cannon untuk mengendalikan massa. Melainkan secara serta merta langsung menembakkan gas air mata.
Tembakan gas air mata itulah yang membuat suporter panik. Kemudian berdesak-desakan ke luar stadion untuk menyelamatkan diri karena penglihatan dan napas mereka terganggu.
”Pertama, kami menemukan bahwa pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua,” ujar Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy.
Padahal, situasi saat itu tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. Jadi, itulah kejanggalan yang pertama. Yang kedua, suporter yang turun ke lapangan, sebetulnya mereka ingin memotivasi sejumlah pemain.
Namun, ternyata direspons secara berlebihan oleh aparat keamanan dan kemudian melakukan sejumlah tindakan kekerasan. Akibatnya, sejumlah suporter lain ikut turun ke dalam lapangan untuk memberi pertolongan.
”Mereka turun bukan untuk melakukan tindakan serangan. Tapi, untuk menolong suporter lain yang mendapat tindakan kekerasan,” jelasnya. Temuan ketiga, peristiwa tindak kekerasan tidak hanya melibatkan anggota kepolisian, tetapi juga prajurit TNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: