Dalam ”Syair Pendekar Kelana”, Yusril Ihza FA Menyebut Tuhan dengan Huruf Kecil

Dalam ”Syair Pendekar Kelana”, Yusril Ihza FA Menyebut Tuhan dengan Huruf Kecil

--

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pengalaman dalam mencari esensi spritual menarik perhatian Yusril Ihza FA. Dalam buku kumpulan puisi bertajuk Syair Pendekar Kelana, Yusril menorehkan pelajaran berharga dari perjalanan itu. Termasuk tentang kesejatian.

Menulis puisi -buat Yusril- ternyata sangat berbeda dibandingkan dengan menulis karya sastra lain seperti cerpen maupun naskah drama. Meskipun sama-sama memiliki estetika, namun puisi punya tantangan lebih.

Paling tidak bagaimana penyair merangkai kalimat, memadatkannya, tapi bisa menjangkau makna yang diinginkan. Juga menata metafora-metafora dalam kalimat, menata bait hingga gaya menulis. ”Butuh feeling. Butuh kesabaran. Butuh pembacaan berulang-ulang sampai menemukan capaian yang diinginkan,” ungkapnya. 
--

Semua itu semata-mata agar puisi terlahir mendalam. Sebab puisi –menurut Yusril- tak berakhir sebagai curhatan semata. Melainkan mengandung berbagai pengalaman di baliknya.

Begitu pun dalam Syair Pendekar Kelana. Hingga Yusril pun memasukkan pengalamannya saat bergeluat dalam pencarian spiritual yang tengah dijalankannya. Tentang pencarian terhadap esensi Tuhan dan kebenaran yang tak berujung. 

”Sekuat apa pun pencarian dalam urusan yang satu itu maka semakin banyak ditemukan interpretasi yang berbeda satu sama lain, khususnya dari para spiritualis. Sudut pandang masing-masing saat menjalani proses itu menghasilkan perspektif yang beragam,” ungkap pria 26 tahun itu.

Yusril juga begitu. Bahkan ada banyak pertanyaan muncul dalam benaknya. Terkait kesejatian diri, filsafat Tuhan dan filsafat kebenaran. ”Bagaimana cara saya mendekatkan diri pada Tuhan ya? Pada semesta? Lalu pada lingkungan masyarakat dan individu lain? Berawal dari situlah saya terinspirasi menulis puisi,” terangnya.

Meski tak secara seluruhnya mengungkap tentang dirinya sendiri, namun puisi-puisi dalam Syair Pendekar Kelana akhirnya memang tak jauh-jauh dari proses pencarian spiritual dan perjalanan batin yang dialaminya. 

Tampak dalam pengembaraan itu, ditemukan sejumlah pengetahuan berharga. Seperti ketika ia menulis puisi berjudul sama dengan buku. Tercermin dalam rangkaian baitnya yang menunjukkan bagaimana Yusril memaknai esensi kedekatannya dengan Tuhan dan semesta alam.

Uniknya, ia menuliskan ”Mu” dalam huruf kecil mu. Seperti dalam kalimat mencari-mu dan tentang-mu. Lazimnya penulisan tentang penyebutan Tuhan dibuat dengan M besar. Mencari-mu seharusnya Mencari-Mu. Tentang-mu seharusnya ditulis Tentang-Mu.
Yusril Ihza FA dengan buku kumpulan puisi berjudul Syair Pendekar Kelana yang sudah diprosesnya sejak 2015. Dalam buku yang rilis pada Oktober 2022, Yusril mengulik tentang esensi Tuhan dan kebenaran yang dianggapnya tak pernah berujung.--

Seperti bait berikut: sedekat-dekat angkara, sejauh-jauh kembara/aku masih mencari-mu di antara barisan kidung. Atau dalam bait selanjutnya: aku mengajak-mu berkelana/ke dusun-dusun setua nganga. Lalu juga berikut: pun aku mencari-mu dari balik tingkap nurani/yang melegam dibubung seringai jelaga. 

Pada kata mencari-mu dan mengajak-mu yang menyebut sosok Tuhan, ditulis Yusril dalam M kecil. Tentu ada sebab yang melatarbelakanginya. Tak mungkin kesalahan penulisan atau typo. Sebab tampak berulang. ”Mungkin saya lagi senang menyebut Tuhan dengan huruf kecil aja,” tuturnya enteng, lalu tertawa. 

Dalam struktur sajak, besar-kecilnya huruf dan penempatan bait sejatinya sangat memengaruhi pemaknaan. Pemakaian M kecil bisa saja berarti Yusril ingin membawa konsep lebur. Antara jiwa manusia dan Tuhan yang bersemayam dalam jiwa tersebut. 

Dalam khasanah akulturasi Islam Jawa, disebut Manunggaling Kawula Gusti. 

Sumber: