Dalam ”Syair Pendekar Kelana”, Yusril Ihza FA Menyebut Tuhan dengan Huruf Kecil
--
Beberapa tokoh sufi seperti Al Hallaj dan lain-lain, ia ceritakan dalam bait-bait puisi buku Syair Pendekar Kelana. ”Tapi bukan saya mengemukakan kelebihan mereka masing-masing. Lebih pada perjalanan atau proses mereka dalam mencapai pencerahan,” ujarnya.
Sama dengan penekanan terhadap puisi-puisi tentang dirinya. Yakni tentang pencarian spiritual. Proses pencarian tersebut salah satunya ia temukan ketika membaca Serat Dewa Ruci. Serat sastra Jawa Kuna yang berkisah tentang perjalanan tokoh Bima mencari tirta perwita.
Untuk tujuan itu, ia harus menghadapi naga, tenggelam dalam arus air laut, hingga bertemu dengan sosok Dewa Ruci yang memberinya pengetahuan spiritual.
Bagi Yusrik, tiap-tiap orang yang ingin menemukan pencerahan harus menjalani segala hal.
Bahkan rintangan dan kesulitan. Seperti yang dijalani Bima. ”Sebab pengalaman itu membentuk kepribadian dan sifat Bima. Meski keras di luar, ia adalah orang yang tegas dan adil. Bahkan terhadap musuhnya sendiri,” katanya.
Perjalanan pencarian itu seharusnya tak surut begitu saja. Meski tanpa ujung, manusia harus tetap mencari dan mencari. Lalu menemukan yang terbaik untuk dirinya. Seperti tampak dalam kalimat: teruslah melangkah, sampai kau temukan tirta perwita/di tengah pusara samudera.
Untuk menulis puisi-puisi itu, Yusril mengambil referensi dari berbagai macam filsafat Barat. Mulai dari eksistensialisme, absurditas, dan sebagainya. Pertanyaan tentang Tuhan dan kebenaran merupakan hal yang berkelindan dalam ilmu filsafat. Jawabannya pun tak pernah selesai hingga kini.
Misalnya filsafat Ludwig Feuerbach yang menyatakan bahwa Tuhan adalah refleksi ketakutan manusia terhadap kematian. Juga filsafat Soren Kierkegaard yang justru menyatakan bahwa manusia butuh Tuhan dan agama untuk memperkuat eksistensinya.
”Maka ilmu filsafat sangat penting untuk upaya hermeneutik, terkait penafsiran atau interpretasi saya tentang apa yang saya ungkap lewat puisi,” terangnya.
Yang menarik, ditulis cukup lama dengan perenungan panjang sejak 2015, buku yang dirilis Oktober 2022 itu ternyata digarap Yusril dengan menjalankan tirakat dan puasa. Hanya demi mencapai kesesuaian metaforis antara pilihan kata dan logika, dalam bangunan makna yang utuh.
”Entah apa yang saya dapatkan selama melakoninya. Yang pasti lahirlah puisi-puisi ini sebagai hasil saya menimba ilmu tentang spiritual. Seperti sebuah kawah candradimuka yang yang memberikan saya segudang pengetahuan berharga,” pungkas anggota teater Kaki Langit itu. (Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas N)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: