Miniseksi+SIR; Kolaborasi Mola Art Gallery-Ruang Dalam Art House (1); Yogyakarta Sambang Cimahi

Miniseksi+SIR; Kolaborasi Mola Art Gallery-Ruang Dalam Art House (1); Yogyakarta Sambang Cimahi

--

CIMAHI, HARIAN DISWAY - Join dua galeri ternama di CIMAHI dan Yogyakarta melahirkan kolaborasi. Bertajuk Miniseksi+SIR, 19 perupa dari kedua kota itu menyuguhkan karya –baik lukisan dan tiga dimensi- dalam dimensi kecil, mini nan seksi.

Setelah tiga tahun atau 2019 lalu sejak Miniseksi+SIR tak keluar dari kandang Ruang Dalam Art House, tahun ini in-house curator Gusmen Hariadi memilih bertandang ke Cimahi. Tentang tawaran itu, founder dan owner MAG Mola menyambutnya. ”Ini ide yang seksi. Saya langsung respons tanpa berpikir banyak,” ujar Mola.

Sebagai pameran kolaborasi, Miniseksi+SIR sejatinya adalah bagian dari program Ruang Dalam Art House dengan title Miniseksi yang sudah tergelar tiga kali. ”Nah begitu ada +SIR-nya itu berarti harus plesiran. Pertama kalinya kami gelar bersama Studio Jaring di Batu milik Iwan Yusuf,” kata Gusmen.

Di MAG, sebanyak 19 perupa ikut serta. Tak seluruhnya Gusmen bawa dari Yogyakarta. Digabungkan dengan 5 perupa yang dipilih in-house curator MAG Anton Susanto, dari Jakarta-Bandung-Cimahi, Ruang Dalam Art House membawa 14 perupa. ”Mereka melebur menjadi pertemuan yang seksi antara dua poros seni rupa; DIY dan Jawa Barat,” ujar Direktur Galeri MAG Ibnu Farhan.
Karya-karya dalam Miniseksi+SIR.

Dalam urutan abjad mereka adalah Desy Gitary, Dikco Ayudya, Donni Arifianto, Duvrart Angelo, Ismanto Wahyudi, Jessica Puteri Wilhelmina, Joelya Nurjanti, Jon Kabila, Muhammad Alfariz, Oktaviyani, Palito Perak, Prabu Perdana, Prajna Dewantara, Radetyo Itok Sindhu Utomo, Ridho Scoot, Rizal Misilu, Syam Terrajana, Wildan Riots, dan Yaksa Agus.

Kepada para perupa inilah, kedua galeri menantang membuat karya dalam dimensi maksimal 30x30 cm. Dalam media yang terbatas, membuat karya sebenarnya bukan berarti makin mudah. Namun melihat tampilannya, semua rata-rata mampu menaklukkan media yang kecil itu.

Saat mula-mula menggagas Miniseksi, Gusmen ingin mendorong setiap seniman dapat menampilkan karya terbaiknya dengan memaksimalkan media kecil.
Karya-karya dalam Miniseksi+SIR

Uniknya, setiap seniman diminta membuat satu serial. Terdiri dari lima seri karya. ”Dengan cara itu maka keterbatasan media bisa disiasati oleh perupa untuk menerjemahkan idenya,” kata Gusmen.

Jika diamati, masing-masing karya dalam satu set tampilan itu merupakan lima karya yang berdiri sendiri. Masing-masing bahkan punya judul. ”Bukan satu judul yang dibuat lima panel ya. Sekalipun senada namun ada lima karya yang bisa direspons,” beber perupa itu.

Lantas sematan +SIR yang dibaca sebagai plesir dalam bahasa Jawa atau pelesir dalam bahasa Indonesia mewakili niatan Ruang dalam Art House tentang arti perjalanan atau rekreasi. ”Memang begitu. Kali ini kami plesiran ke Cimahi,” ujarnya.

Kalau dalam KBBI, kata itu berarti mencari kesenangan. ”Itu juga betul. Pameran yang diselenggarakan hingga 5 November 2022 itu kami niatkan untuk membuat hal-hal yang menggembirakan untuk siapa saja. Ya perupaanya, ya penikmatnya, ya galerinya, ya publik semuanya,” ungkap Gusmen.
Karya-karya dalam Miniseksi+SIR

Karena beralih tempat itulah, konsep karya dalam dimensi kecil itu dianggap cocok dengan kegiatan pelesiran yang mestinya jangan membawa barang-barang berat atau berukuran besar yang merepotkan.

”Tapi membawa yang mungil, praktis, dan hemat tempat. Nah karakter karya-karya yang dibawa sangat cocok dengan tipikal ruangan MAG yang terdiri dari dua lantai di Griay Asri Cahaya Cipageran Blok N-23 Cimahi,” kata Ibnu.

Ditangani sepenuhnya oleh tim Ruang Dalam Art House, pemajangan karya memang menjadi pertaruhan yang sangat menentukan dalam Miniseksi+SIR. Gusmen menyatakan bahwa di MAG, ciri Miniseksi harus tetap sesuai karakternya. ”Karena itu pola display sangat kami tangani serius. Kebetulan ruang MAG sangat bisa direspons dengan baik,” tandasnya. (Heti Palestina Yunani)

Sumber: