Swa-gula Nusantara

Swa-gula Nusantara

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

DAYA ingat Presiden Joko Widodo sungguh menakjubkan. Ia bisa dengan tepat menyebut angka impor gula di luar kepala. Baik impor untuk konsumsi maupun untuk industri di dalam negeri. Juga, angka-angka produktivitas industri gula beserta turunannya.

Ia menyebutkan itu dalam pidato tanpa teks saat meresmikan program Biothanol Tebu untuk Ketahanan Energi di Mojokerto, 4 November 2022. ”Kita ini masih mengimpor gula untuk konsumsi 1,88 juta ton gula. Ini hanya untuk konsumsi,” katanya.

Tak hanya itu. Ia juga menyebut angka gula impor untuk industri yang mencapai 3.569 juta ton. Bagi Jokowi, tingginya impor gula itu sesuatu yang salah dan harus diluruskan. Sebab, dalam sejarahnya, bangsa ini pernah menjadi pengekspor gula.

Orang yang bisa mengingat angka dengan pasti biasanya karena ia punya perhatian khusus. Sesuatu yang menjadi concern-nya. Apalagi, oleh seorang presiden yang harus mengingat banyak hal. Gula menjadi salah satu yang sedang dipikirkan terus-menerus.

Saya jadi teringat ketika Presiden Soeharto bicara tentang pertanian. Dalam berbagai kesempatan dialog dengan warga, ia sangat hafal dengan angka-angka detailnya. Hafal di luar kepala. Pada saat itu, Pak Harto –demikian ia biasa dipanggil– memang serius dalam menggarap swasembada pangan. Sayangnya, ia memerintah secara otoriter.

Jokowi rupanya sangat serius soal pemenuhan kebutuhan gula ini. Tak hanya terlihat dari ingatannya tentang angka terkait gula nasional, tapi juga kunjungannya di pabrik gula milik PTPN. Itu adalah kehadirannya setelah agenda kunjungan bulan lalu batal. Ia juga menyempatkan berdialog dengan petani tebu.

Dari sisi kebijakan, Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Swasembada Gula. Melalui prepres itu, presiden menugasi PTPN III Holding untuk menjadi pelaksana program percepatan Swasembada Gula yang harus dipenuhi tahun 2025. Juga, menyiapkan lahan 700 ribu hektare untuk tanaman tebu.

Jauh sebelum mendapat penugasan pemerintah, PTPN sebetulnya telah berbenah. Di bawah Direktur Utama PTPN Holding Mohammad Abdul Ghani. Pria kelahiran Pekalongan yang sejak kecil tinggal di dekat pabrik gula dan punya passion di bidang perkebunan itu kemudian menerjemahkan spirit restrukturisasi BUMN perkebunan yang dimulai tahun 2014 menjadi lebih nyata. 

Sejak menjadi orang pertama di PTPN holding tahun 2020, ia melakukan berbagai aksi korporasi. Mulai menata ulang kewenangan holding dengan anak perusahaan sampai dengan restrukturisasi perusahaan. Pertama, ia perjelas kontrol terhadap anak perusahaan dengan menjadikan holding operasional. Bukan hanya holding investasi.

Sebelumnya, banyak anak perusahaan yang melakukan investasi berlebihan. Bahkan, investasi yang tidak berkelanjutan. Itulah yang, antara lain, membuat BUMN perkebunan terbelit utang yang cukup besar. Yang bisa mengancam kebangkrutan perusahaan secara keseluruhan. Kebiasaan itu diputus agar tak berketerusan.

”Kalau selama ini industri gula kita merosot, itu salah kita. Salah PTPN. Ini harus diakui. Karena itu, saatnya berbenah dan mengembalikan kejayaan industri gula yang dalam sejarahnya kita bisa menjadi pengekspor gula. Bukan pengimpor,” katanya beberapa saat menjelang kedatangan Jokowi di kompleks PG Gempolkrep, Mojokerto, 4 November 2022. 

Manajamen operasional ditata ulang. Utang anak perusahaan dan belanja operasional dikendalikan, pengadaan dan penjualan dikonsolidasikan, dan budaya planters kembali digelorakan. Restrukturisasi keuangan menjadikan kendali holding untuk operasional anak perusahaan menjadi makin efektif.

Hasilnya? Sejumlah indikator kinerja perusahaan telah menunjukkan hasil konkret dari aksi korporasinya. Apalagi, ditopang oleh windfall alias durian runtuh dari harga CPO yang meroket karena pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. Menjadi kaya mendadak dari perkebunan sawitnya.

Rupanya, niat baik selalu mendapat jalan keluarnya. Keinginan Ghani –demikian Dirut PTPN Holding itu biasa dipanggil– untuk mengembalikan kejayaan PTPN mendapat restu Yang Kuasa. Ia memperoleh momentum untuk melakukan aksi-aksi korporasi dengan lebih cepat. Karena ditopang kemampuan keuangan akibat harga CPO dunia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: