Warga Perumahan Bumi Semeru Damai Mulai Pulang

Warga Perumahan Bumi Semeru Damai  Mulai Pulang

Aktivitas warga di Perumahan Bumi Semeru Indah yang merupakan hunian tetap warga yang direlokasi saat erupsi Gunung Semeru 2021.-Foto: Julia Romadhon-Harian Disway-

Erupsi Semeru pada Minggu siang lalu begitu mengejutkan Wuni. Perempuan 68 tahun itu mengungsi bersama cucunyi ke Balai Desa Penanggal. Dia takut mengalami petaka yang sama.

Sebab, erupsi Semeru 2021 silam telah menghancurkan rumahnyi di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Pronojiwo. Jarak desa itu sekitar 12,5 kilometer dari kaki Gunung Semeru.

"Apalagi di sini, jaraknya lebih dekat. Siapa yang nggak takut lihat awan merah dari gunung itu," kenang Wuni dengan nada agak gemetar. Matanyi pun berkaca-kaca. Bahkan, erupsi pada Minggu siang itu telah menewaskan 15 kambing milik putranyi.

Wuni memang memberani-beranikan diri kembali ke rumah barunyi itu. Yakni setelah ditenangkan oleh putranyi yang juga mendapat rumah baru. "Ya masih was-was. Tapi, gimana lagi sekarang tinggalnya di sini. Pasrah saja sudah," tandasnyi.


Pedagang makanan keliling melintasi rumah-rumah di Perumahan Bumi Semeru Indah. -Foto: Julia Romadhon-Harian Disway-

Saya lantas membawa kopi bikinan Wuni ke gazebo. Gerimis sudah reda, tetapi giliran kopi buatan nenek Wuni yang bikin hati kami mulai gerimis. Apalagi setelah mendengar perjuangannyi itu.

Tak berselang lama, suasana huntap pun makin terasa hidup. Mulai terlihat pengendara lalu-lalang. Satu per satu warga mulai keluar dari rumah.

Ada yang menyapu guguran daun di halaman. Ada yang mengelap lapak dagangan bekas cipratan hujan. Termasuk Suryadi yang tinggal di Blok D2-10, persis di depan masjid berarsitektur kayu itu.

"Orang-orang di sini memang ngungsi semua, kemarin. Anak dan istri saya bawa ke Penanggal," ujar mantan warga Dusun Kajar Kuning itu. 

Namun, bapak dua anak itu tetap tinggal di rumah barunyi itu. Ia lebih yakin bahwa lokasi perumahan tersebut masih aman. Meski jarak ke kaki Semeru lebih dekat ketimbang jarak kaki Semeru ke kampung lawasnya.

Buktinya, kata Suryadi, beberapa kali erupsi hanya mengakibatkan hujan abu. Tidak ada awan panas guguran seperti erupsi setahun silam. Artinya, lokasi huntap itu memang sudah diperhitungkan masuk zona aman.

Tetapi, Suryadi tidak mau keyakinannya disertai kesombongan. Sebab, erupsi yang meluluhlantakkan dusunnya itu masih sangat membekas ke hatinya. Bagaimana langit tiba-tiba gelap sekejap membuat orang lari berhamburan. 

"Seperti kiamat rasanya saat itu. Kalau ingat kayak gitu, sudah, bisanya cuma pasrah," ungkapnya. Kini, Suryadi sudah lebih tenang. Memulai hidup baru bersama keluarga kecilnya. Baginya, tak ada pilihan lagi selain hidup damai berdampingan dengan Gunung Semeru.

Di jalanan basah kampung kaki semeru itu, azan pun berkumandang keras dari corong masjid di depan rumah Suryadi. Seolah mengingatkan kami untuk berserah dengan segera. Sebab, hidup entah kapan berakhir… (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: