Komisi V Pertanyakan Konsesi Kereta Cepat 80 Tahun
Kereta Cepat Jakarta-Bandung/ilustrasi-Ilustrasi/KCIC-KCIC
JAKARTA, HARIAN DISWAY - Indonesia bakal segera menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang punya kereta api cepat. Bahkan peluncuran uji coba sudah digelar pada 16 November lalu. Yakni ketika Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping usai perhelatan KTT G20 di Bali.
Rencananya, kereta api cepat pertama Jakarta-Bandung itu akan mulai dioperasikan pada Juni 2023 nanti. Tentu harapannya bisa mengurangi kemacetan dan polusi udara ibu kota. Rutenya dari Stasiun Halim Jakarta - Karawang - Padalarang - Tegalluar Bandung, dan sebaliknya.
Jarak 142 kilometer itu bisa ditempuh hanya dengan 36 menit. Namun, jika transit di tiap stasiun, butuh 43 menit. Dalam sehari akan mengoperasikan 68 jadwal.
BACA JUGA:Progress 88 Persen, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Beroperasi Juni 2023
Saat ini progres pembangunan fisik sudah mencapai 82,4 persen. Sedangkan progres investasi sudah tembus 91,0 persen. Sumber pendanaan awal mencapai 56,071 juta. Sebesar 85 persen berasal dari BUMN Tiongkok dan sisanya dari ekuitas PSBI empat perusahaan di Indonesia.
Tahun depan, pengerjaan dilanjutkan untuk menyelesaikan jalur utama dan stasiun. Kemudian penuntasan jembatan layang dari arah Bandung ke Jakarta. “Akhir Juni uji coba terakhir. Termasuk sarana prasarana sudah terintegrasi,” Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi saat rapat bersama Komisi V DPR RI, Kamis, 8 Desember 2022.
Tarifnya pun sudah ditentukan. Tujuan terjauh dikenakan Rp 250 ribu dan terdekat Rp 125 ribu. Itu berlaku dalam tiga tahun pertama. Setelah tiga tahun, tarifnya akan disesuaikan dengan tarif normal Rp 350 ribu.
Menurutnya, penentuan tarif itu berdasarkan Demand Forecast oleh Polar Universitas Indonesia. Diprediksi jumlah penumpang bisa tembus 31 ribu orang per hari. Jumlah itu pun menurun ketimbang prediksi awal pada 2017 yang mencapai 60 ribu penumpang per hari.
“Kalau yang dari UI sudah diuji. Dan prediksi awal itu memang karena saat itu belum ada pandemi Covid-19,” terangnya. Penurunan jumlah penumpang itulah yang kemudian dijadikan alasan untuk memperpanjang masa konsesi. Dari yang sebelumnya 50 tahun menjadi 80 tahun.
Namun, permintaan itu direspons langsung oleh Komisi V. Salah satunya anggota Komisi V Sudewo. Bahwa tambahan 30 tahun masa konsesi itu tidak masuk akal. Apalagi hanya dengan alasan prediksi jumlah penumpang yang berkurang.
“Toh, kalau tahun depan sudah beroperasi, pandemi kan sudah selesai,” katanya. Selain itu, Sudewo juga menilai usulan itu sangat janggal. Sebab, harusnya sudah disodorkan di awal, bukan saat proyek akan tuntas.
Masa konsesi yang terlalu lama justru akan membebani negara. Bagaimanapun kerjasama dengan pihak luar harus ditimbang secara proporsional. Untuk itu, Komisi V akan kembali mengadakan rapat sebelum Juni nanti. Khususnya membahas masa konsesi tersebut. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: