Cari Duit Sogok Duit, Dugaan Korupsi di Bangkalan

Cari Duit Sogok Duit, Dugaan Korupsi di Bangkalan

-Ilustrasi: Annisa Salsabila - Harian Disway-

Cari kerja butuh sogokan. Setelah kerja, mau naik jabatan, nyogok lagi. Cari duit, bayar duit. Tampak lazim. Tapi, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron ditahan KPK, tersangka penerima suap naik jabatan Rp 5,3 miliar.

TAMPAK seolah lazim, ternyata itu korupsi. Tindak pidana. Disebut lazim karena di mana-mana (di Indonesia) begitu. Sudah biasa. Masak, kelaziman yang sudah di mana-mana itu akan dilawan KPK? Masak mampu?

Tak peduli berat, Ketua KPK Firli Bahuri terus berjuang melawan korupsi. Antara lain, menetapkan Bupati Bangkalan Abdul Latif dan lima stafnya sebagai tersangka korupsi kenaikan jabatan di Pemkab Bangkalan. Suap senilai Rp 5,3 miliar.

Firli Bahuri kepada pers menjelaskan, lima staf Abdul Latif selaku penyuap adalah sebagai berikut. 

Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili. Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto. Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim. Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Agus Eka Leandy. 

Mereka diperiksa KPK di Mapolda Jatim pada Rabu (7/12) dan langsung ditahan seketika. Lalu, mereka diterbangkan ke Jakarta, menempati ruang tahanan di gedung KPK selama 20 hari sampai 26 Desember 2022 menunggu proses penyidikan. Sampai Minggu, 11 Desember 2022, sudah 27 saksi yang diperiksa KPK.

Konstruksi perkara berdasar penjelasan Firli Bahuri, ada tiga bagian.

1) Mau naik jabatan, bayar dulu. KPK mengungkap, tersangka Abdul Latif mematok tarif uang sogok bagi semua ASN (aparatur sipil negara) di Pemkab Bangkalan yang mau naik jabatan. Sejak ia terpilih sebagai bupati Bangkalan periode 2018–2023.

Pada 2019–2022 Pemkab Bangkalan membuka seleksi sejumlah JPT (jabatan pimpinan tinggi), termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV. Di situlah Latif diduga mematok tarif. 

Besaran tarif mulai Rp 50 juta sampai Rp 150 juta, bergantung tingkat jabatan. Kian tinggi jabatan ”dijual” kian mahal. Siapa mau dapat bayaran gede harus bayar gede juga.

Bisa diduga, tidak perlu ASN berkinerja baik. Tidak perlu prestasi. Yang penting mau bayar, naik jabatan. 

Bisa ditafsirkan, ASN yang membayar untuk naik jabatan itu kelak terima bayaran juga dari bawahan mereka. Sekarang beli jabatan, nanti jual lagi. Dari generasi ke generasi. Karena tak ada generasi yang mau merugi. Sistem pun membusuk.

Menurut KPK, total Latif menerima Rp 5,3 miliar. Yang Rp 1,5 miliar disita KPK sebagai barang bukti perkara.

2) Suap proyek plus gratifikasi. KPK menduga, Abdul Latif mematok bayaran 10 persen dari semua nilai proyek di Kabupaten Bangkalan. Dinamakan fee.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: