Amdal Surabaya Regional Railways Lines Sudah Final
Kereta Komuter yang melayani jalur Surabaya-Pasuruan.-Foto: David Ubaydulloh-
“Stasiun-stasiunnya akan dibangun ulang juga,” tandas politikus Partai Demokrat itu. Namun, tidak bisa membangun skema jalur elevated (atas). Sebab butuh biaya yang sangat tinggi.
SRRL akan tetap mengandalkan jalur bawah. Diikuti dengan pembenahan jalur-jalur lain. Terutama menutup persimpangan bidang yang tidak strategis. Lalu dikonversi menjadi overpass atau underpass.
Sebab, jika banyak kereta yang lewat, tentu persimpangan bidang itu akan bikin ruwet. Jalanan bisa makin macet. “Harapannya seperti itu. Pemerintah pusat bisa kasih support. Sebab, rencana ini kan bukan untuk jadi di tahun depan. Tapi harus bisa berpikir sepuluh tahun ke depan,” tandasnya.
Emil menegaskan, tahap amdal sudah final. Tinggal menunggu satu sampai dua bulan lagi. Setelahnya, Bapenas bakal segera membuat daftar kegiatan. Terutama untuk proses pencairan dari Kemenkeu dan KfW Jerman.
Di Kota Pahlawan ini, sejumlah moda transportasi baru pernah digadang-gadang menjadi pengurai kemacetan. Pada 2018, Pemkot Surabaya meluncurkan Suroboyo Bus. Berharap bisa diandalkan untuk mobilitas warga sehari-hari.
Sudah empat tahun beroperasi, jumlah serapan penumpang sangat minim. Bahkan Kementerian Perhubungan pun turun tangan. Yakni menyokong dengan pengadaan Trans Semanggi berbasis BRT (Bus Rapid Transit) sejak awal 2021.
Namun, hasilnya nyaris tak berubah. Kemacetan masih kerap terjadi di beberapa titik kota. Terutama di jam-jam berangkat dan pulang kerja.
Banyak alasan bus-bus merah itu tak diandalkan. Di antaranya, headway (waktu tunggu) yang tak terlalu lama dan tidak ada integrasi dengan moda transportasi lain. Sebetulnya, Dinas Perhubungan Surabaya sudah menyiapkan solusi.
Yaitu dengan mengadakan feeder atau angkutan khusus penumpang dari perkampungan menuju halte. Rencananya, bakal didatangkan 36 unit pada akhir tahun ini. Sayang, pengadaan itu gagal lantaran tak memenuhi syarat 40 persen TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
“Faktor lainnya karena SDM untuk mengoperasikan feeder belum siap,” tandas Wakil Ketua Komisi C Aning Rahmawati. Setidaknya, butuh 400 orang tenaga untuk driver dan helper. Rekrutmen itulah yang belum siap. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: