Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Reuni Komplet di Situ Daun (98)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Reuni Komplet di Situ Daun (98)

ORANG TUA kandung Ana Maria, Haji Andung dan Ibu Sati di Bogor. Kedatangan Ana mempertemukan mereka yang pernah menjalin hubungan. -Dok Ana Maria -

Tidak dicari, datang sendiri. Itulah ayah Ana Maria: Haji Andung. Ia datang pada suatu sore di Desa Situ Daun, Bogor, 4 Agustus 1994. Sebenarnya, hari itu misi Ana hanya menemukan Ibu Sati yang tercantum di dokumen adopsi. Tak ada nama ayah sama sekali.

– 

Nyari satu dapat dua. Ana tak mengira sore itu dia bisa berkumpul dengan dua orang tua biologisnya sekaligus. Pencarian ”akar” komplet dalam satu hari. 

Ana tahu, Sati sudah punya pasangan lain. Bapak Anjum namanya. Dari foto yang diperlihatkan Ana, Anjum tampaknya jauh lebih tua ketimbang sang ibu. 

Seluruh rambutnya sudah memutih. Ia memakai kopiah dan kemeja batik hitam. Ana duduk dengan senyum lebar di samping Anjum dan Sati. Kala itu usia ibunyi sudah 48 tahun. Masih belum terlihat seperti lansia. 

Ana juga menunjukkan foto lain dengan pose serupa. Bedanya, dia duduk di antara Haji Andung dan Sati. Dari foto itu, wajah Andung terlihat seumur dengan Sati. ”Ia selalu pakai kopiah hitam,” kenang Ana, Minggu, 4 Desember 2022.


HAJI ANDUNG ketika bertemu putrinya, Ana Maria yang berusia 18 tahun pada 4 Agustus 1994.-Dok Ana Maria -

Andung adalah seorang tokoh agama di desanya. Bisa di bilang ia kiai kampung di Bogor. ”Semua orang mengenalnya,” lanjut Ana.

Ia sangat disegani. Ana bisa melihat itu dari bagaimana orang-orang bersikap ke ayah kandungnyi itu. Dengan menyandang gelar haji, tentu sang ayah berasal dari keluarga cukup mapan.

Lantas, apa yang terjadi pada Sati dan Andung? Ana menelusuri hal tersebut. Beberapa kali dia mendapat informasi bahwa Sati dan Andung tak menikah. ”Outside marriage (Di luar nikah, Red),” ujar salah seorang pendiri Mijn Roots itu.

Karena itulah, di surat keterangan kelahiran yang dikeluarkan Kepala Desa Situ Daun Suriya pada 1978 tak ada nama Andung. Surat itu hanya mencantumkan nama Sati yang saat itu berusia 30 tahun. Di kolom pekerjaan tercantum pula bahwa Sati adalah pembantu rumah tangga.

Sati tinggal di Kampung Pasir Ipis, Desa Situ Daun. Tahun itu kecamatannya masih ikut Ciampea. Belum masuk ke Kecamatan Tenjolaya. Kampung tempat lahir Ana berada di kaki Gunung Salak yang terkenal dengan wisata alam.

Dari dokumen itu, Ana juga jadi tahu bahwa namanya tidak diubah ketika diadopsi ke Belanda. Jan dan Gerda van Valen tetap mempertahankan nama pemberian Sati. Cuma, mereka menambahkan nama Maria dan nama keluarga: van Valen.

Sati membesarkan Ana seorang diri. Entah apa yang terjadi dengan Andung. Sepertinya ia tidak mau bertanggung jawab atas kelahiran putrinya tersebut.

Namun, foto Ana, Andung, dan Sati memperlihatkan bahwa masa lalu sudah berlalu. Mereka memiliki keluarga masing-masing. 


IBU SATI dan suaminyi Anjum terpaut usia cukup jauh. Mereka berfoto bersama Ana Maria di Bogor dalam pertemuan pertama 1994. Beberapa keponakan Ana ikut foto.-Dok Ana Maria -

Yang terpenting, di hari itu adalah Ana sudah kembali. Kebahagiaan rupanya melunturkan segala problematika.

Ana juga bertemu banyak anggota keluarga lain hari itu. Ia punya banyak keponakan yang masih bocah. Mereka berkumpul karena penasaran dengan kedatangan keluarga baru yang sudah lama hilang.

Dia juga baru menyadari bahwa orang yang tinggal di satu kampung itu saling bersaudara. Reuni besar-besaran. 

Tipe kampung di perdesaan Indonesia memang begitu. Keluarga besar berkumpul di bidang tanah yang sama. Umumnya itu adalah tanah warisan yang dibagi-bagi kepada keluarga besar.

Perlahan, Ana mulai merangkai puzzle yang selama ini tercerai-berai. Fakta-fakta mulai terkuak. Termasuk pernyataan Sati yang sangat mengejutkan banyak pihak. Dia ternyata tak menyerahkan Ana untuk diadopsi. 

Kasus Ana bisa dibilang sebagai penculikan anak. Bahkan, orang tua angkat Ana tak tahu kisah itu. Yang mereka tahu, Ana adalah anak dari panti asuhan.

Sang ibu angkat Gerda ikut marah saat mendengar cerita tersebut. Kalau dia tahu Ana adalah korban penculikan, tentu kisahnya tidak jadi begini.

Perdagangan manusia pada 1973–1983 memang luar biasa jahat. Bahasa Suroboyoan-nya: Kebacut. Versi Sunda-nya: Kamalinaan teuing. Artinya sama: Keterlaluan! (Salman Muhiddin)

Ana Menghilang saat Dititipkan. BACA BESOK!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: