Kejari Surabaya dan Kejati Jatim Silang Pendapat Terkait Kasus Korupsi Penjualan Waduk Wiyung

Kejari Surabaya dan Kejati Jatim Silang Pendapat Terkait Kasus Korupsi Penjualan Waduk Wiyung

Kajati Jatim, Mia Amiati saat menemui Media di kantornya.-Pace Morris/Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Setelah 5 tahun, tepatnya 2017 silam, kasus korupsi penjualan Waduk Wiyung dihentikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, lewat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Kini kasus yang diperkirakan merugikan negara hingga 11 miliar rupiah itu, kembali muncul.

Namun penyidikan kasus penjualan Waduk seluas 21.812 meter persegi tersebut, tidak lagi ditangani oleh korps Adhyaksa yang bermarkas di Jalan Raya Sukomanunggal itu.

Kini perkara yang disebut-sebut menyeret Lurah Babatan dan Camat Wiyung ini, tengah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

Bahkan, kabarnya penyidik Kejati Jatim telah menetapkan 2 orang tersangka warga Surabaya, yakni SMT (50) dan DLL (72), pada Selasa, 13 Desember 2022.

"Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kepemilikan secara tidak sah aset Pemerintah Kota Surabaya berupa Waduk Persil 39 Kelurahan Babatan, di Jalan Raya Babatan Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati, Selasa, 13 Desember 2022.

Padahal, ketika disidik oleh Kejari Surabaya dan berakhir dengan SP3, Kajari saat itu, Didik Farkhan Alisyahdi mengungkapkan, alasan penghentian penyelidikan dikarenakan tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum, serta belum memenuhi unsur korupsi.

"Alasan pengehentian penyelidikan itu dikarenakan pihak penyidik Pidana Khusus (Pidsus) tidak menemukan unsur korupsi, sehingga perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan," ujar Didik Farkhan ketika itu.

Pada kesempatan yang sama, Didik Farkhan juga mengemukakan, penyidik hanya menemukan unsur pidana umum, yakni berupa dugaan pemalsuan surat yang dikeluarkan Lurah Babatan dan Camat Wiyung.

"Dalam suratnya, kedua pejabat tersebut merubah keterangan dalam riwayat tanah yakni merubah asal muasal tanah negara menjadi tanah petani. Karena itu kami merekomendasikan ke Pemkot untuk melaporkan perbuatan pidana itu ke Polisi," ujarnya.

Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Fathur Rohman saat dikonfirmasi terkait silang pendapat antara Kejari Surabaya dan Kejati Jatim tersebut berdalih, secara umum sama tetapi ada beberapa hal yang berbeda.

“Namun belum bisa kami sampaikan materinya. Selain itu juga ada laporan baru dari Pemkot Surabaya tanggal 20 september 2020 terkait hal tersebut,” ucap Fathur, Rabu, 13 Desember 2022. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: