KPK Kembangkan Kasus Sahat
Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak memakai rompi baru pemberian KPK. -Dokumentasi Disway-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Sudah tiga malam Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak menghuni rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di markas Pomdam Jaya, Jalan Guntur, Jakarta. Sejak sekretaris DPD Partai Golkar Jatim itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dana hibah APBD Jatim.
KPK masih terus mengembangkan penyidikan. “Semua data dan informasi yang kami miliki pasti akan kami dalami. Termasuk kemungkinan pengembangan perkara untuk penerapan pasal lain. Juga soal pelaksanaan penyaluran dan pemanfaatan dana hibah itu sendiri,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi Sabtu malam, 17 Desember 2022.
Sahat terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu malamm 14 Desember 2022. Ia ditangkap bersama Rusdi, stafnya, di gedung DPRD Jatim. Tak berselang lama, KPK menangkan Abdul Hamid dan Iwan Wahyudi (asisten Abdul Hamid) di Sampang. KPK menyita barang bukti uang senilai Rp 1 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura.
BACA JUGA:Dana Hibah untuk Rawat Konstituen Anggota Dewan
Uang itu adalah uang muka ijon yang diminta Sahat kepada Abdul Hamid. Abdul Hamid adalah "agen" yang mengatur pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) penerima dana hiban. Sahat meminta Rp 2 miliar sebagai ijon atas pengusulan dana hibah 2023. Dua tahun sebelumnya, praktik itu lancar. Dana hibah yang diupayakan Sahat kepada pokmas bentukan Abdul Hamid senilai Rp 40 miliar pada 2021. Dan pada 2022, nilainya juga sama, Rp 40 miliar. Sahat mendapat fee 20 persen. Sedangkan Abdul Hamid mendapat jatah 10 persen.
Dari penelusuran Harian Disway di Sampang, setiap pokmas mendapat dana hibah Rp 100 juta hinga Rp 300 juta. Pokmas yang akan mendapat dana hibah diminta memberikan uang muka commitmen fee 10 persen dari nilai hibah. Setelah proposal dinyatakan lolos verifikasi di Pemprov, barulah 20 persen sisanya diberikan.
“Ya, memang dari semua daerah di Jatim, di Madura ini yang paling mahal. Harganya 30 persen dari nilai proyek,” kata sumber Harian Disway di Sampang. Ia pernah terlibat dalam pengusulan dana hibah melalui anggota DPRD Jatim.
Kadang-kadang ada potongan 10 persen untuk broker. Sehingga dana hibah yang diterima pokmas biasanya tinggal 60 persen. Kalau dana hibahnya Rp 100 juta, berarti pokmas hanya menerima Rp 60 juta. Untuk membayar DP, anggota pokmas patungan.
Menurut sumber tersebut, di Sampang, Abdul Hamid adalah koordinator Pokmas terbesar. Pokmas bentukannya banyak sekali. Tak heran kalau ia mengatur dana hibah hingga Rp 150 miliar.
Di Sampang sendiri, kata sumber itu, ada 3 ribu pokmas. Itu adalah bentukan Abdul Hamid dan broker-broker lain. (Michael Fredy Yacob)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: