Cheng Yu Pilihan Sun Haitao: Shan Chuan Yi Yu, Feng Yue Tong Tian

DALAM menjalin hubungan internasional, Presiden Tiongkok Xi Jinping ingin membangun apa yang dinamainya sebagai "人类命运共同体" (rénlèi mìngyùn gòngtóngtǐ). Kita mungkin bisa menerjemahkannya sebagai "komunitas senasib sesama umat manusia". 

Maksudnya, karena dunia makin terhubung satu sama lain, mustahil suatu permasalahan diselesaikan sendirian. Persoalan yang terjadi di Tiongkok, misalnya, bisa merembet ke mana-mana seiring kian terpangkasnya jarak dan waktu oleh perkembangan teknologi. 

Pun sebaliknya, jika suatu negara maju, yang lain akan ikutan maju –mestinya. Sebab, agar mesin ekonomi satu negara terus hidup, membutuhkan pasokan macam-macam dari negara lain. Kita mengenalnya dengan sebutan supply chain. Mobil listrik yang dikembangkan Elon Musk, contohnya, memerlukan nikel dari Indonesia dan SDM terampil dari Tiongkok. 

Makanya, mesti berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Pasalnya, ujar Sun Haitao 孙海涛, "山川异域，风月同天" (shān chuān yì yù, fēng yuè tóng tiān): kita memang tinggal di tempat yang berbeda, dengan pegunungan dan sungai-sungai yang beraneka; namun saat mendongakkan kepala, kita melihat langit dan rembulan yang sama. 

Wakil dekan School of Continuing Education di Shanghai University of Medicine and Health Sciences tersebut mengutip kalimat dalam Tō Daiwajō Tōseiden (唐大和上東征伝), catatan tentang penyebaran Buddisme oleh biku Tiongkok ke Jepang yang ditulis Ōmi no Mifune 淡海三船 (722-785), sastrawan Jepang yang hidup di Zaman Nara. 

Diceritakan di sana, Pangeran Nagaya 長屋王 (684-729) yang sangat mengagumi Buddhisme membuat ribuan kāṣāya, jubah biksu/biksuni, untuk didermakan kepada para biku Tiongkok. Di atas kain kāṣāya-nya, ditulisi kata-kata yang dinukil Sun Haitao tadi. Jianzhen 鑒真 (688-763), biku masyhur dinasti Tang, terharu dan memutuskan pergi ke Jepang untuk menyebarkan Buddhisme. (*)

 

Sumber: