Mengingat Kembali Solusi Surat Ijo dari Pakar Sejarah Unair Dr Sukaryanto

Mengingat Kembali Solusi Surat Ijo dari Pakar Sejarah Unair Dr Sukaryanto

Almarhum Dr Sukaryanto, penulis Reporma Agraria Setengah Hati.-Unair-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Selama ini ilmu sejarah dianggap sebagai ilmu yang kurang fungsional. Lebih banyak dianggap sebagai kajian yang berhenti pada ilmu bacaan. Dua kalimat itu diucapkan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair)Prof. Dr. Purnawan Basundoro saat menjadi pembicara di Kuliah Umum dan Diskusi Buku Reforma Agraria Setengah Hati, 8 April 2021.

Purnawan mengatakan, buku karya Almarhum Dosen Sejarah Unair Sukaryanto membantah anggapan itu. Buku hasil disertasi 2017 itu tersebut menawarkan solusi atas konflik tanah yang unik. Hanya terjadi di Surabaya. Surat ijo. “Pak Karyanto mengusulkan tanah ijo yang ditempati masyarakat dialihkan dulu ke negara,” ujarnya.

Usulan itu sempat mendapat respons dari pemkot Surabaya. Wali Kota Whisnu Sakti Buana yang jadi wali kota satu pekan membuat gebrakan. Ia mengirimkan surat ke Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta Badan Pemeriksa Keuangan RI. 

Whisnu siap melepas tanah surat ijo ke negara. Ia sadar bahwa pemkot tidak mungkin melepas aset itu langsung ke masyarakat. Itu berisiko tinggi. Bisa digugat di kemudian hari oleh orang yang tidak terima dengan keputusan itu. Bisa juga kena pasal merugikan negara. “Makanya tidak ada wali kota yang berani melepas langsung ke warga,” kata Purnawan. 

Makanya usulan Almarhum Sukaryanto bisa jadi solusi. Wali kota melepas ke negara. Negara lalu mendistribusikan tanah-tanah itu ke warga yang sudah lama menempatinya.

Gagasan itu muncul sesuai alur logika land reform pada UU Pokok Agraria. Sebab, tanah yang bisa dibagikan ke masyarakat adalah tanah negara. Bukan tanah privat.

Purnawan mengatakan butuh wali kota yang berani untuk menyudahi persoalan itu. Pemkot juga tidak mungkin bisa menyelesaikan semua persoalan itu sendirian. Butuh koordinasi intens dengan pemerintah pusat agar peralihan tanah ke negara bisa mulus.

Ketua KPSIS Hariyono diberi kesempatan bicara pada diskusi itu. Ia mengatakan keberanian wali kota itu sudah ada. Keputusan Whisnu Sakti Buana, dilanjutkan oleh Wali Kota Eri Cahyadi. “Cuma sampai sekarang, kami masih menunggu hasilnya,” ujarnya kala itu.

Persoalannya, pemkot yang ingin mencari solusi surat ijo itu tetap menagih retribusi warga. KPSIS mengharapkan ada moratorium penarikan retribusi dari pemkot sampai ada keputusan dari pusat. 

Sayang,sampai 2023 progres penyelesaian masalahnya belum signifikan. Perjuangan warga terus berlanjut. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: