The Edge of Democracy

The Edge of Democracy

-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

 

TEPAT di malam tahun baru Anies Baswedan mengajak anak laki-lakinya, Mikail Azizi, untuk menonton film dokumenter The Edge of Democracy yang menceritakan pengalaman politik Presiden Brasil Luiz Lula da Silva.

Anies mengunggah momen kebersamaan itu ke akun Facebook. Anies menceritakan sinopsis singkat film yang ditulis sineas perempuan milenial Brasil, Petra Costa. Film bercerita mengenai pengeroposan demokrasi di Brasil yang terjadi akibat persekusi yang dilakukan terhadap Lula da Silva.

Politikus senior itu pernah menjabat presiden Brasil dua periode 2003–2010. Ia kemudian dipersekusi musuh politiknya, lalu diadili dengan tuduhan korupsi. Belakangan terbukti bahwa tuduhan korupsi itu merupakan fabrikasi musuh politik Da Silva. Mahkamah Agung Brasil membatalkan hukuman Silva pada 2021. Silva kemudian mencalonkan diri sebagai presiden pada 2022 dan berhasil mengalahkan petahana Jair Bolsonaro.

Pelaksanaan Pemilu 2022 Brasil banyak mencederai demokrasi. Ada upaya untuk menjegal pencalonan Silva dan banyak kampanye hitam untuk membunuh karakter Silva. Namun, akhirnya Silva menang tipis atas Bolsonaro. Ketika akhir tahun 2022 Silva dilantik sebagai presiden, Bolsonaro melarikan diri ke Amerika Serikat (AS).

Anies mengingatkan kembali mengenai kematian demokrasi seperti yang ditulis dua profesor Universitas Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, yakni How Democracies Die (2018). Anies mengutip tiga tindakan yang dilakukan rezim untuk melemahkan demokrasi.

Pertama, ”kuasai wasitnya”. Ganti para pemegang kekuasaan di lembaga negara netral dengan pendukung status quo. Kedua, ”singkirkan pemain lawan”. Singkirkan lawan politik dengan cara kriminalisasi, tuduhan suap, dan tuduhan skandal. Ketiga, ”ganti aturan mainnya”. Ubah peraturan negara untuk melegalkan penambahan dan pelanggengan kekuasaan.

Pelemahan demokrasi itu akan mengakibatkan shifting baseline syndrome, yaitu perubahan secara bertahap dan perlahan sehingga publik menjadi terbiasa dengan kondisi baru yang sebenarnya ambruk. Dari pengalaman Brasil itu, dunia diingatkan bahwa demokrasi tidak boleh taken for granted, sesuatu yang ada dengan sendirinya. Demokrasi harus terus-menerus dirawat dan tidak boleh dibiarkan digerogoti berbagai upaya pelemahan.

Levinsky dan Ziblatt menjelaskan proses kematian demokrasi di AS di bawah Presiden Donald Trump pada 2016–2020, dengan mengungkap sejumlah indikasi yang terjadi di era itu. Semua indikator dan fenomena yang diungkap Ziblatt terjadi di AS. Tetapi, penelitian tersebut bersifat induktif yang memungkinkan peristiwa yang bersifat partikular bisa mengarah ke sifat universal yang berlaku di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Pada 2020, Anies pernah membuat posting di media sosialnya dengan mengunggah foto sedang bersantai dengan membaca buku itu. Unggahan Anies dengan buku tersebut di media sosial menjadi perfect timing dengan kondisi Indonesia yang mengalami berbagai fenomena yang bisa mengarah kepada kematian demokrasi.

Levinsky-Ziblatt mengajukan beberapa hal yang menjadi indikasi kematian demokrasi. Di masa lalu demokrasi mati karena munculnya diktator dari kalangan militer yang memberangus demokrasi dengan kekerasan dalam sebuah kudeta. Saat ini diktator model baru muncul dari kalangan sipil yang memenangkan kekuasaan melalui pemilu, tapi kemudian menyelewengkan prinsip-prinsip demokrasi.

Diktator militer sudah menjadi bagian dari masa lalu. Sekarang muncul varian baru diktator sipil yang tidak datang dari kalangan jenderal militer yang kuat, tapi datang dari kalangan publik atau swasta. Diktator itu bahkan muncul dari kalangan rakyat atau setidaknya mengaku sebagai bagian dari rakyat melalui politik populisme.

Fenomena diktator partikelir itu terjadi di Brasil dengan munculnya Jair Bolsonaro yang populis. Di Filipina muncul Rodrigo Dutarte yang menapaki karier politik mulai dari wali kota sampai menjadi presiden, kemudian memerintah dengan tangan besi. Hal yang sama terjadi di Peru, Polandia, dan Rusia dengan munculnya Vladimir Putin.

Putin yang sekarang mengerahkan pasukan Rusia menggempur Ukraina adalah personifikasi ”diktator demokratis” yang memenangkan kepresidenan melalui pemilihan umum sejak awal 2000. Putin kemudian mengamandemen konstitusi yang memungkinkannya untuk memerintah sampai 20 tahun mendatang. Dengan usia yang sekarang 69 tahun, Putin bisa menjadi presiden seumur hidup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: