Biaya Haji Bisa Naik, Komisi VIII DPR Soroti Subsidi Pemerintah Terlalu Besar

Biaya Haji Bisa Naik, Komisi VIII DPR Soroti Subsidi Pemerintah Terlalu Besar

Jamaah haji asal Indonesia tiba di Makkah pada musim haji 2022.-Foto: Kemenag-

JAKARTA, HARIAN DISWAY - MENTERI Agama Yaqut Cholil Qoumas membawa oleh-oleh menggembirakan sepulang dari Arab Saudi pada Jumat, 13 Januari lalu. Kuota haji untuk Indonesia bertambah. Dari yang sebelumnya 214 ribu, kini dipastikan 221 ribu. Atau kembali normal seperti sejak sebelum pandemi.

Jumlah itu terdiri dari 203.320 jamaah haji reguler dan 17.680 jamaah haji khusus. Bahkan kali ini juga tak ada batasan usia seperti tahun lalu. Mengingat pandemi Covid-19 sudah mereda.

Menurut Yaqut, masih ada sejumlah PR yang harus segera dirampungkan. Pertama, soal jamaah yang tertunda keberangkatannya. Baik karena pembatasan umur pada tahun lalu maupun yang tertunda pada 2020 dan 2021 gara-gara pandemi Covid-19.

Kedua, menyangkut Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang harus segera ditetapkan. Sehingga para jamaah bisa segera melunasi. "Kita akan persiapkan rapat dengan Komisi VIII DPR pada Rabu nanti," ujar Yaqut.

Wakil Ketua Komisi VIII Maswan Dasopang mengatakan, subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk biaya haji terlalu besar. Pada tahun lalu, biaya perjalanan ibadah haji mencapai Rp 98 juta.  Jamaah hanya membayar BPIH sebesar Rp 39,6 juta. Itu sudah mencakup ongkos penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Makkah dan Madinah, biaya hidup (living cost), dan visa.

Artinya, ada selisih Rp 58,4 juta per jamaah yang ditanggung oleh subsidi pemerintah. Maka Komisi VIII meminta Kemenag untuk meyakinkan pemerintah Arab Saudi agar tak terlalu memberi beban berat pada biaya jamaah.

"Supaya ada kesepakatan baru untuk nego semurah mungkin dan dengan fasilitas senyaman mungkin," katanya saat dihubungi, Minggu, 15 Januari 2022. Subsidi melebihi 50 persen dari biaya perjalanan. Dengan kuota normal, pemerintah harus menanggung total subsidi lebih dari Rp 5 triliun.

Tentu, kata Maswan, besaran subsidi itu perlu dikaji ulang. Setidaknya dengan dua perspektif: ekonomi dan fiqih. Secara keuangan dan fasilitas bagi para jamaah.

Volume makanan harus tetap seperti tahun lalu. Yakni tiga kali setiap hari, baik di Makkah maupun Madinah. "Komisi VIII juga sudah punya keputusan, kami beri jamaah rentang waktu untuk pelunasan," kata politikus PKB itu.

Ia menjelaskan, tiadanya pembatasan usia juga perlu perhatian serius. Terutama bagi para jamaah lansia. Mengingat mereka dibebani perjalanan yang cukup panjang. Bahkan kerap kurang istirahat.

Dari data yang terkumpulkan, banyak jamaah Indonesia yang meninggal di hari-hari puncak haji. Salah satu faktornya kurang diperhatikan sisi kesehatan mereka. Asal berangkat tanpa memperhitungkan risiko.

"Maka kami akan meminta supaya kesehataan setiap jamaah harus dikenali. Riwayat penyakit dan lain-lain. Dokter harus lebih intens dalam memeriksa," tandas Maswan. (*) 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: