Harmoni Khofifah-Emil

Harmoni Khofifah-Emil

Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak setelah dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Jatim,13 Februari 2019. -FOTO: Setkab-

BANYAK cerita di Indonesia tentang hubungan yang kurang harmonis antara kepala daerah dengan wakilnya. Di banyak provinsi dan kabupaten/kota. Alhamdulillah, di Pemprov Jatim tidak terlihat ada persoalan antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak

Kalaupun ada konflik, mungkin hanya orang sekitar mereka yang tahu. Dan tidak menjadi isu publik. Kenyataan di lapangan tidak terlihat ada masalah. Saat Emil menjadi penjabat gubernur, ketika Khofifah ke luar negeri, ia juga berusaha tidak melangkahi Khofifah. Meski ia berhak mengambil keputusan strategis, tetap Emil berkoordinasi dengan Khofifah. 

Peran Emil juga tidak terlihat dikebiri oleh Khofifah. Bahkan, Khofifah tidak hanya memberi peran kepada Emil, tapi juga kepada Arumi Bachsin. Istri Emil itu menjadi ketua tim penggerak PKK Jatim. Di berbagai acara, Arumi kerap hadir bersama Khofifah. Tentu ini pemandangan yang indah bagi masyarakat Jatim.

Empat tahun berjalan, hubungan Khofifah-Emil baik-baik saja. Putra Khofifah bahkan ikut menjadi pengurus DPD Partai Demokrat Jatim yang diketuai Emil. Tradisi di Jatim memang hampir tak ada konflik gubernur dan wagub. Periode sebelumnya, Soekarwo dan Saifullah Yusuf juga adem ayem saja selama 10 tahun bersama. Meskipun akhirnya Pakde Karwo tidak mendukung Gus Ipul dalam Pilgub, itu merupakan hal yang berbeda. 

Pakde Karwo, Gus Ipul, Khofifah, dan Emil, sudah memberi contoh bagaimana berpolitik secara dewasa. Mungkin tidak sedikit perbedaan sikap dari mereka. Tapi tidak pernah hal itu mencuat ke permukaan. Gubernur tetap menjadi pemegang kendali penuh pemerintahan dan wakilnya tidak perlu kehilangan peran strategis. Kepala daerah dan wakilnya yang masih sibuk berantem perlu belajar ke Jawa Timur.

Khofifah ingin memberikan legacy bagi Jatim berupa guyub rukun. Sepertinya sederhana. Tapi untuk menciptakan suasana guyup rukun itu butuh kerja keras. Butuh saling mengalah, bekerja sama, mengesampingkan ego, dan sebagainya. Tentu Khofifah sadar tidak mungkin Jatim guyub dan rukun bila gubernur dan wakilnya sibuk berantem. 

Ujian keharmonisan Khofifah-Emil diuji di akhir periode nanti. Apakah mereka akan tetap bersama pada Pilgub 2024 atau maju sendiri-sendiri. Ada pemilihan presiden yang bisa saja mengubah keadaan. Khofifah saat ini menjadi tokoh perempuan paling potensial untuk menjadi cawapres.

Dia paket komplet. Berpengalaman menjadi menteri (menteri pemberdayaan perempuan dan menteri sosial), berpengalaman menjadi gubernur di provinsi yang menjadi lumbung suara, juga tokoh Nahdlatul Ulama berpengaruh. Tidak ada yang meragukan soliditas dan loyalitas Muslimat NU terhadap Khofifah. 

Tidak berlebihan kalau KH Asep Saifuddin Chalim, pengasuh ponpes Ammanatul Ummah, selalu mendoakan Khofifah menjadi presiden. Kapasitasnya memang memenuhi. Tapi melihat peta politik yang ada saat ini, rasanya peluang terbesar Khofifah sat ini adalah cawapres. 

Tapi Khofifah bukan tokoh yang mau sekadar menjabat. Dia tidak akan mau menerima pinangan capres bila tidak diyakinkan bahwa saat menjabat nanti mendapat peran yang strategis. Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga itu bukan tipe pejabat yang suka makan gaji buta. Dia tipe pekerja keras. Lihat saja saat menjadi gubernur, waktunya benar-benar dihabiskan untuk bekerja. Bahkan, Khofifah biasa berangkat ke luar kota tengah malam. Tidur di mobil. 

Warga Jatim yang selama ini guyub rukun tentu senang apabila Khofifah-Emil bersatu lagi pada periode kedua. Kita lihat saja perkembangannya ke depan. Apakah Khofifah tetap di Grahadi atau berkantor di Jalan Medan Merdeka Selatan. (*)

*) Pemimpin Redaksi Harian Disway

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: