Eliezer Pembunuh, tapi Hero Perkara Sambo
-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Hakim memanggil para saksi agar masuk ke ruang sidang. Masuklah Samuel dan Rosti, didampingi kuasa hukum mereka, Kamaruddin Simanjuntak. Mereka duduk di deretan depan.
Eliezer yang duduk di kursi terdakwa mendadak bangkit berdiri. Jalan mendekati tempat duduk Samuel dan Rosti. Langsung, Elizer bersimpuh di lutut Rosti. Eliezer menangis, mengucap kata minta maaf.
Kejadian dramatis itu menimbulkan suasana haru. Seisi ruang sidang. Rosti sejenak terpaku. Mengamati punggung Eliezer yang bergetar menahan tangis. Lalu, Rosti mengelus punggung Eliezer, tanda memaafkan.
Beberapa detik pengunjung sidang diliputi haru. Lantas, Eliezer berdiri, jalan kembali ke kursi terdakwa.
Tiba giliran Samuel bersaksi di depan sidang. Ia pun menjelaskan.
”Memang, Eliezer sudah minta maaf, mengakui kesalahan yang diperbuat. Saya beserta istri dan keluarga almarhum punya satu iman yang diajarkan Yesus Kristus. Sedangkan Yesus sudah disalibkan masih berdoa pada Bapa di surga, Bapa ampunilah mereka. Perbuatan Bharada E sudah diakui secara terbuka. Kami terima, tapi biar proses hukum terus berjalan.”
Kemudian, Samuel menghadap ke Eliezer, berkata kepada Eliezer.
”Hakim Yang Mulia, saya mohon kepada Bharada E. Coba, lihat ke saya Nak.... Kamu harus berkata jujur. Apa yang kamu lihat, apa yang kamu rasakan saat kejadian, saya mohon di persidangan kamu jujur di depan hakim Yang Mulia. Kamu harus jujur, Nak. Tuhan Yesus memberkati.”
Eliezer memperhatikan wajah Samuel. Matanya sayu berkedip-kedip. Lalu, Eliezer mengangguk-angguk.
Kejadian itu membuat pengunjung sidang bagai tersihir. Larut dalam hening. Mirip sinetron, padahal ini kejadian nyata.
Kejadian itu diungkap di narasi amar putusan hakim: ”Hal-hal yang meringankan.... antara lain, terdakwa sudah meminta maaf kepada keluarga korban. Dan, keluarga korban memaafkan. Meskipun terdakwa sudah membunuh....”
Betapa pun, kejadian Eliezer bersimpuh terbukti memengaruhi putusan hakim, selain (mungkin saja) juga terpengaruh pernyataan Mahfud. Sebab, hakim manusia biasa yang punya perasaan dan patuh pada atasan. Meski, Mahfud bukan atasan hakim.
Rangkaian semua kejadian membuat Eliezer dihukum (jauh) di bawah tuntutan jaksa (12 tahun penjara). Tidak ada yang keberatan. Bahkan, itu membuat Mahfud gembira. Seolah Eliezer jadi hero di kasus tersebut.
Sekaligus, rangkaian itu bagai ”mengunci” agar jaksa penuntut umum (JPU) tidak naik banding. Masak, hero dibanding? Walaupun, JPU punya hak untuk itu, sampai tujuh hari dari jatuhnya vonis. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: