Daniel Rohi: Perhatikan Dulu Petani Tembakau, Baru Revisi Aturan
Seorang petani di Desa Bansari sedang merawat tanaman tembakau di kebunnya.-Setyo Wuwuh/Temanggung Ekspres-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pemerintah berencana untuk melakukan revisi peraturan pemerintah (PP) nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketua Umum KADIN Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, industri hasil tembakau (IHT) merupakan sektor vital dalam perekonomian nasional. Sebab, industri itu, penyumbang terbesar penerimaan negara melalui cukai.
“Dalam menghadapi kondisi ekonomi dan politik dunia yang tidak menentu, hasil tembakau sebagai industri resmi, sepatutnya diperlakukan secara adil dan diberi perlindungan yang sama dengan lainnya,” katanya, Rabu, 22 Februari 2023.
BACA JUGA:BREAKING NEWS! Lawan PSM Laga Kandang
BACA JUGA:Persebaya Ingin Main di Gelora Bung Tomo, Berharap Kebijakan Kementerian PUPR
Dorongan untuk kembali melakukan revisi peraturan itu kembali digaungkan, setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) nomor 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah 2023 pada 23 Desember 2022.
Poin revisi meliputi 7 hal utama. Di antaranya: Pembesaran gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok, Targetnya 90 persen luas kemasan; pelarangan iklan; promosi dan sponsorship produk tembakau di berbagai jenis media. Serta penerapan kawasan tanpa rokok (KTR).
Amandemen peraturan ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok anak. Dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di 2024. Serta mendorong hidup sehat. Faktanya data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukan, penurunan prevalensi merokok anak usia di bawah 18 tahun secara signifikan. Dari 9,65 persen di 2022 menjadi 3,44 persen.
Saat ini, terdapat lebih dari 446 regulasi yang diterbitkan oleh berbagai kementerian atau lembaga. Isinya menekan sisi produksi dan sisi konsumsi produk rokok legal. Dampak ini mengakibatkan turunnya volume produksi IHT, dari 346,3 miliar batang di 2014 menjadi 322 miliar batang di 2020.
Sarasehan yang diadakan Kadin Jatim mempertemukan GAPPRI dan pemerintah membahas rencana revisi PP 109/2012-Michael Fredy Yacob-
“Jika revisi PP ini diterapkan, apakah dapat menimbulkan dampak baik? Atau justru menimbulkan dampak lain. Seperti rokok ilegal yang justru akan kontraproduktif dengan tujuan pemerintah. Maka dengan ini, Kadin Jatim menolak keras rencana revisi tersebut,” tegasnya.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menambahkan, revisi peraturan tersebut bukanlah cara yang tepat dan langkah solutif untuk tujuan yang ingin dicapai.
Oleh karena itu, ia juga menolak dengan tegas adanya revisi PP 109/2012. Jikalau tetap dilakukan revisi, hal itu malah akan lebih banyak membawa kehancuran bagi industri hasil tembakau legal di tanah air.
“Secara berkelanjutan, industri hasil tembakau ditempa oleh berbagai peraturan yang sangat menekan, dari mulai pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya,” ucapnya.
BACA JUGA:Sir Alex Ferguson Makan Malam dengan Pelatih Manchester United Erik Ten Hag
BACA JUGA:Debt Collector yang Bentak Polisi Jakarta Ditangkap di Saparua, Ambon
Dalam penerapannya selama ini, menurut dia, PP 109/2012 sebenarnya sudah ideal, mengatur dengan baik kegiatan pemasaran produk tembakau sebagaimana mestinya. Akan tetapi, belum diikuti dengan kegiatan edukasi serta pengawasan yang tepat.
“Inilah yang semestinya haru didorong oleh pemerintah. Bukan malah merevisi peraturan yang sudah baik menjadi restriktif. Sehingga nantinya akan berdampak pada jutaan orang yang menopangkan hidupnya pada industri tembakau,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menjelaskan, rencana revisi tersebut dimaksudkan untuk semakin menurunkan angka prevalensi perokok.
Khususnya perokok anak, dengan mempersempit ruang gerak dan akses bagi perokok. Terutama perokok anak. Di satu sisi, para pemangku pertembakauan di semua lini, beranggapan bahwa, PP 109/2012 masih dipandang tidak cukup efektif untuk membatasi dan menurunkan angka prevalensi perokok.
“Ini tentu dua kutub yang diametral dari sisi sudut pandang dan kepentingan. Tentu saya harus melihat secara jernih dari sudut pandang stakeholder di daerah. Termasuk masyarakat dan pemangku kepentingan pertembakauan di Jawa Timur,” ujarnya.
Daniel Rohi, anggota DPRD Jatim komisi B sepakat dengan penolakan tersebut. Menurutnya, bukan aturan yang harus diubah. Melainkan pengawasan dari semua pihak. Termasuk dari pedagang. Mereka harus berani melarang anak di bawah umur untuk membeli rokok.
Serta, ia meminta agar pemerintah tidak hanya menaikkan cukai rokok. Namun, harus memperhatikan kesejahteraan petani tembakau. "Mungkin, cukai dari rokok ini bisa diberikan kembali ke petani tembakau. Mungkin dengan subsidi pupuk atau bibit," tegasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: