Misteri Mutilasi Badan Pria di Koper Merah
ILustrasi mayat mutilasi di koper merah di Bogor.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Sebaliknya, pembunuh kasus ini sangat pede. Koper diletakkan di pinggir jalan ramai. Warnanya merah sehingga sangat mencolok tergeletak di atas rerumputan. Tidak, misalnya, dibuang agak menjorok ke kebun di dekat TKP. Supaya ditemukan warga agak lama. Dan, pembusukan mayat menyulitkan penyelidikan.
Atau dikubur sekalian. Di tempat pembunuhan. Tapi, ini tidak. Pelakunya terlalu pede, bahwa polisi bakal kesulitan.
Empat kriminolog dan pakar forensik Amerika Serikat (AS), yakni, Leonard J. Paulozzi, Christine S. Cox, Dionne D. Williams, Kurt B. Nolte, dalam karya mereka berajuk John and Jane Doe: the epidemiology of unidentified decedents (2008) menjelaskannya.
Salah satu tantangan buat polisi dan ahli forensik dalam mengungkap pembunuhan adalah pembunuh menempatkan mayat korban di lokasi terang (ramai orang), tapi sangat minim tentang identitas korban. Sebab, pembunuhnya tahu, polisi harus mengungkap identitas korban dulu, sebelum melacak pembunuh. Tidak mungkin dibalik.
Pendapat di karya itu mirip dengan deskripsi penemuan koper merah di Bogor tersebut.
Di AS dan Inggris, mayat tak dikenal diistilahkan John Doe (pria) dan Jane Doe (wanita). Untuk mengungkap identitas mayat yang sudah rusak, ada empat jalan.
1) Sidik jari. 2) Komposisi gigi. 3) Logam implan tulang. Maksudnya, jika korban pernah patah tulang lalu implan logam (pen). Nah, pada pen ada data spesifik yang mencantumkan kode produksi dan rumah sakit tempat pemasangan. 4) DNA (deoxyribonucleic acid) sebagai profil genetik.
Dikaitkan kasus koper merah, sidik jari belum diumumkan polisi. Sangat mungkin tak terlacak meskipun potongan tangan ada dalam koper. Seumpama terlacak, pasti sudah diumumkan polisi secepatnya. Demi kepastian informasi terhadap keluarga korban.
Komposisi gigi tidak ada, kepalanya hilang. Data pen sangat jarang bagi masyarakat kita. Dalam hal ini, sangat mungkin tidak ada. Sebab, kalau ada, polisi pasti sudah mengumumkannya.
Terakhir, DNA ada. Tapi, harus dicocokkan dengan anggota keluarga terdekat korban. Sedangkan, kalau belum ada orang melapor kehilangan anggota keluarga, polisi terpaksa menunggu. Pasif.
Pada seluruh koper merah, termasuk rafia warna kuning pengikat potongan tangan korban, pasti tertinggal DNA pelaku. Tapi, itu juga bersifat pasif. Menunggu calon tersangka yang ditangkap. Kemudian, dilakukan tes DNA tersangka, barulah dicocokkan dengan temuan DNA di koper.
Kasus koper merah menandakan kualitas kejahatan, khususnya pembunuhan di Indonesia, naik. Kian berkualitas. Tampak pada jarak waktu berdekatan, antara kasus dukun Wowon, lantas dua wanita dicor di Bekasi, dan koper merah ini.
Polisi pun harus meningkatkan kualitas penyelidikan. Pembunuh tidak boleh dibiarkan lolos. Apalagi, kasus koper merah ini sudah viral. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: