Misteri Mutilasi Badan Pria di Koper Merah
ILustrasi mayat mutilasi di koper merah di Bogor.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Mayat pria termutilasi di dalam koper merah di Bogor belum terungkap. Ditemukan warga Rabu (14/3) pukul 07.30. Sampai 24 jam kemudian, polisi belum tahu indentitasnya. Menunggu warga lapor kehilangan keluarga.
TANPA laporan warga, mungkin sulit diungkap. Deskripsi mayat berupa tubuh dari leher sampai pangkal paha. Ada juga potongan kedua tangan. Sedangkan kepala dan kaki tidak ada.
Lokasi penemuan koper merah isi potongan mayat itu di Kampung Baru, Desa Singabangsa, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Letaknya strategis. Di pinggir jalan raya penghubung Bogor ke Tigaraksa, Tangerang. Koper tergeletak dalam kondisi tertutup di rerumputan, pinggir jalan.
Penemu pertama warga setempat. Diceritakan Isah kepada pers, ”Rabu (14/3) pagi adik ipar saya hendak berangkat kerja. Sebelum berangkat, ia naik motor memboncengkan anaknya yang masih balita, keliling sebentar. Saat itulah ia melihat koper itu.”
Adik ipar Isah lalu memberi tahu temannya. Kemudian, datang teman lainnya lagi. Ukuran koper cukup besar. Beroda. Ada yang bilang, mungkin isinya uang. Akhirnya koper dibuka.
Isah: ”Yang buka kaget. Isinya seperti daging gitu. Ternyata badan orang, telanjang. Tanpa kaki tanpa kepala.” Sempat divideokan, diunggah ke medsos. Viral. Akhirnya polisi tiba di lokasi.
Kapolsek Tenjo Iptu Suyadi kepada pers, menyatakan, tidak ada kartu identitas pada mayat. Diyakini akibat pembunuhan. Ada banyak luka lebam di sekujur tubuh. Juga, tangan diikat rafia kuning. Ada tato gambar wajah orang di lengan.
Polisi meminta keterangan warga. Sementara itu, mayat dikirim ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Diperiksa tim forensik. Hasilnya diumumkan polisi, sangat minim.
Mayat pria, rentang usia 40 hingga 45 tahun. Waktu kematian sekitar 12 jam sebelum autopsi. Berarti pada Selasa (14/3) sekitar pukul 20.00.
Iptu Suyadi: ”Kami masih mencari potongan anggota tubuh yang lain.”
Pasti sulit. Mencari kepala dan kaki yang entah dibuang ke mana. Bisa di Bogor yang begitu luas, bisa juga di kota lain. Bagaimana kalau dikubur, seperti korban dukun Wowon? Atau, dicor seperti kasus dua perempuan di Bekasi?
Polisi menunggu bantuan laporan dari warga. Termasuk laporan orang hilang.
Minimnya publikasi autopsi harus dibaca sebagai strategi polisi, menghindari pelaku panik, sehingga berusaha sekuat tenaga menutupi jejak. Kalau itu terjadi, menyulitkan pelacakan.
Walaupun semua pelaku kriminal pasti menghilangkan jejak. Tapi, kalau polisi tenang, minim publikasi, penjahatnya bakal ikut tenang. Penjahat bakal menganggap, penyelidikan polisi mentok. Saat itulah (polisi berharap) penjahatnya lengah. Lalu, melakukan kesalahan kecil. Akhirnya ditangkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: