UU Ciptaker yang Terburu-buru

UU Ciptaker yang Terburu-buru

Ketua DPR RI Puan Maharani menerima tanggapan dari Fraksi Partai Demokrat yang diwakilkan Anggota DPR RI Hinca Panjaitan dalam rapat paripurna, di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).-tangkap layar-

Sebelum pengesahan, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M. Nurdin memaparkan proses pembicaraan tingkat I mengenai RUU Penetapan Perppu Ciptaker. Nurdin menjelaskan, baleg telah menggelar rapat bersama pemerintah. Membentuk panitia kerja (panja) hingga mendengarkan pendapat mini fraksi.

Hasilnya, tujuh fraksi parlemen sepakat hasil panja dibawa ke pembicaraan tingkat II untuk disahkan jadi UU. Sebaliknya, dua fraksi parlemen, yakni Partai Demokrat dan PKS, menolak Perppu Ciptaker dibawa ke rapat paripurna.

Pokok-pokok perubahan yang ada dalam UU Cipta Kerja yang baru, antara lain, sebagai berikut.

Pertama, alih daya atau outsourcing pada pasal 64, mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Alih daya itu untuk jenis pekerjaan yang ditetapkan pemerintah.

Kedua, perubahan frasa cacat menjadi disabilitas pada pasal 67, pengusaha yang mempekerjakan penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis disabilitas.

Ketiga, terkait aturan mengenai upah minimum yang diatur dalam pasal 88c, 88d, 88f, dan pasal 92.

Keempat, terkait sertifikat halal di pasal 1 mengenai ketentuan umum perluasan pemberi fatwa halal, yakni dari MUI, MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, majelis permusyawaratan ulama Aceh, atau komite fatwa produk halal, dan penyesuaiannya dengan norma serta beberapa pasal lainnya.

Kelima, pengelolaan sumber daya air. Yakni, pasal 40 pengelolaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasar persetujuan pemerintah mendukung penyelesaian proyek strategis nasional untuk kepentingan waduk dan lain sebagainya. Selain itu, terkait dengan pengenaan sanksi administrasi pada pasal 70, 73, dan 75a.

Keenam, harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, UU KUP, UU PPh, dan UU PPnBM.

Terakhir, perbaikan teknis penulisan antara lain huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal, ayat yang tidak tepat, salah tik, dan judul atau nomor urut bab, bagian paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai yang bersifat tidak substansial. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: