UU Ciptaker yang Terburu-buru

UU Ciptaker yang Terburu-buru

Ketua DPR RI Puan Maharani menerima tanggapan dari Fraksi Partai Demokrat yang diwakilkan Anggota DPR RI Hinca Panjaitan dalam rapat paripurna, di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).-tangkap layar-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- Hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja itu kepentingan mendesak atau kepentingan penguasa? Pertanyaan itu disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan saat memberikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Ia yang mewakili Partai Demokrat menolak penetapan perppu itu menjadi undang-undang. Partai lain yang juga menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bahkan, secara tegas, PKS menyatakan walk out dari rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani.

Hinca menjelaskan, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Juga, meminta sejumlah perbaikan. Salah satu pertimbangan majelis adalah belum terpenuhinya pelibatan masyarakat kala menerbitkan UU Omnibus Law itu.

”Bukannya melibatkan masyarakat, pemerintah justru merespons dengan mengeluarkan perppu. Masyarakat tidak dilibatkan dalam pembuatan UU ini. Perppu Ciptaker ini bisa mencoreng konstitusi,” tegasnya, Selasa, 21 Maret 2023.


Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin.-Tangkap Layar-

Alasan kegentingan memaksa yang selalu digembar-gemborkan pemerintah, menurutnya, tidak rasional. 

Fraksi PKS juga menolak pengesahan RUU Penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU. ”Dengan segala hormat, kami Fraksi PKS menolak Perppu Nomor 2/2022. Menyatakan walk out untuk agenda penetapan perppu. Meski akan kembali lagi untuk agenda lain,” kata anggota Fraksi PKS Bukhori.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agie Nugroho Soegiono menilai, parlemen sangat tertutup. Padahal, beberapa tahun lalu, ia mengingat, DPR pernah mengeklaim bahwa mereka adalah parlemen yang terbuka.

”Nyatanya, sekarang mereka masih sangat tertutup. Saya juga lagi mengkaji parlemen di negara maju. Inggris, misalnya. Kita bisa melihat parlemen itu secara terbuka. Jadi, masyarakat di sana mengetahui apa yang sedang dibahas,” bebernya.

Akhirnya, masyarakat memahami, kebijakan apa saja yang dibuat parlemen. Ia mengumpamakan seperti marketplace. Semua perjalanan pengiriman barang yang dibeli bisa diketahui posisinya.

”Saya rasa, perkembangan digital di Indonesia mampu untuk melakukan itu. Tapi, tidak dilakukan. Parlemen sangat tertutup. Sehingga, aturan-aturan yang dibuat DPR terkesan tiba-tiba. Jadi, masyarakat tidak siap,” ucapnya.

Parahnya, dalam mengambil keputusan pun, masyarakat tidak dilibatkan. Akibatnya, masyarakat tidak bisa memberikan masukan. ”Yang dibuka itu hanya dokumen. Tapi, siapa saja yang berperan dan prosesnya seperti apa, tidak ada yang mengetahui,” terangnya.

Pun, ia menilai, UU Ciptaker yang baru saja disahkan itu sama sekali tidak menguntungkan masyarakat. Hanya memikirkan kepentingan investor. Tekanan publik atas aturan tersebut juga tidak menjadi pertimbangan di DPR.

”Padahal, aturan itu kan seharusnya melindungi kepentingan buruh. Kepentingan perlindungan itu malah yang kurang. Seperti kesejahteraan buruh, kesehatan, dan lain-lain. Hanya lebih banyak memikirkan investasi saja,” terangnya.

DPR resmi mengesahkan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna ke-19 masa sidang IV yang digelar kemarin. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: