Cara Tersangka Rampok Eks Ketua KY
Ilustrasi perampokan di rumah mantan Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus. -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Aditya langsung lari ke pintu keluar. Mengambil motornya, tergopoh-gopoh starter motor.
Tetangga sudah berdatangan. Melihat Aditya. Tapi, warga takut, menjauh, karena diancam celurit oleh Aditya. Akhirnya Aditya kabur, tanpa hasil rampokan.
Tim polisi tiba di TKP setelah ditelepon warga. Polisi melakukan evaluasi TKP. Minta keterangan korban dan para saksi. Memeriksa rekaman CCTV di sekitar rumah korban. Tampak profil Aditya dan pelat nomor motor. Segera polisi memburu.
Kusworo: ”Kami mendatangi rumah yang kami duga alamat pelaku. Ternyata motor tersangka di situ. Sedang dipakai adik iparnya. Ada juga istri pelaku.”
Berdasar keterangan istri Aditya, Aditya pulang pukul 17.00 WIB dengan baju penuh darah. Lalu, ganti pakaian, kemudian keluar lagi.
Polisi menyita baju berdarah itu. Segera dicocokkan dengan darah para korban. Hasilnya: identik. Aditya sangat diburu dan ditangkap di pabrik roti tempat kerjanya malam itu juga. Para korban masih dirawat di rumah sakit.
Dari kronologi itu, publik mempelajari banyak hal. Terutama, pola perampokan. Bagaimana suatu perampokan bisa terjadi? Bagaimana perampok memilih mangsa? Apa yang mesti dilakukan jika terpaksa jadi korban rampok?
Duo kriminolog Belanda, Wim Bernasco dan Paul Nieuwbeerta, dalam karya riset mereka bertajuk How Do Residential Burglars Select Target Areas? A New Approach to the Analysis of Criminal Location Choice (dipublikasi di British Journal of Criminology, 2005), menjelaskan pola perampokan dalam perspektif pelaku.
Mereka melakukan riset di Den Haag, Belanda, pada 2005. Menghasilkan teori kriminologi. Dinamakan: Teori Bernasco dan Nieuwbeerta, disingkat B&N. Teori itu sering dibahas para kriminolog generasi selanjutnya, pasca 2005.
Teori B&N berisi tujuh hipotesis. Menjabarkan detail pola pikir perampok. Sejak jauh sebelum perampokan sampai cara pelaku melarikan diri. Tapi, jika diringkas, intinya, perampok mempertimbangkan tiga hal sebelum merampok.
1) Hadiah. Pikiran pertama perampok, sebelum merampok, adalah perkiraan nilai hasil rampokan. Harus cukup besar dalam penilaian perampok.
Tentunya prediksi nilai hasil rampokan bersifat relatif. Baik secara individu maupun kondisi masyarakat di tempat perampokan. Perampok di negara Belanda dibanding di negara berkembang seperti Indonesia juga beda. Intinya, perampok menganggap nilainya harus signifikan.
2) Perjuangan. Perampok berpikir, hadiah sebesar-besarnya dengan perjuangan sekecil-kecilnya.
Di sini perampok memperhitungkan banyak hal. Antara lain, kohesi lingkungan (ikatan sosial) di sekitar rumah yang akan dirampok. Jika kohesi lingkungan sangat kuat, perampok ogah beroperasi di situ. Contoh kohesi lingkungan kuat, misalnya, di lingkungan padat penduduk. Saling kenal antarwarga. Apalagi, jika ada semacam siskamling, perampok menghindari wilayah itu.
Juga, perhitungan kekuatan target. Jika calon mangsa kelihatan punya fisik kuat, perampok malas mendekati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: