Budaya Tandingan Ida Dayak

Budaya Tandingan Ida Dayak

Ilustrasi antrean pengobatan Ida Dayak.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PENGOBATAN alternatif Ida Dayak yang dianggap ajaib mampu mendatangkan puluhan ribu orang yang rela antre sejak subuh. Manusia menyemut mendatangi lapangan terbuka yang berada di GOR Kostrad Cilodong, Depok, Senin, 3 April 2023. 

Mereka berdatangan sudah sejak pagi dan banyak yang berasal dari luar kota. Makin sore, jumlahnya makin menyesaki lapangan. Pihak keamanan kemudian membubarkan praktik pengobatan Ida Dayak dan membubarkan kerumunan. Sebab, Ida Dayak tidak mungkin bisa melayani sebegitu banyak orang.

Kepercayaan terhadap pengobatan alternatif adalah bagian dari kuno yang sudah bertahan berabad-abad. Metode itu sering dijalankan dukun dengan metode tradisional dengan mempergunakan kekuatan spiritual. Di era digital ini, cara pengobatan lawas itu diunggah ke media sosial dan menghasilkan viral yang berujung pada histeria massa yang berjubel ingin mendapatkan pengobatan.

Perempuan yang dianggap sakti itu bernama asli Ida Andriyani. Karena selalu mengenakan pakaian tradisional suku Dayak, ia pun dikenal sebagai Ida Dayak. Setiap kali dia buka praktik, pasien membeludak. Mereka percaya sekaligus penasaran dengan metode pengobatan Ida Dayak. Dalam salah satu unggahan di media sosial terlihat Ida bisa menyembuhkan tulang bengkok di bagian tangan dengan melakukan ritual tari, kemudian mengusapnya.

Ritual saat mengobati pasien sering diunggah di TikTok dan Snack Video. Sebelum viral di media sosial, Ida Dayak melakukan pengobatan keliling dari pasar ke pasar. Dia diyakini dapat mengobati berbagai penyakit. Mulai stroke, saraf kejepit, tulang bengkok, patah tulang, tidak bisa berjalan, tumor, hingga bisu tuli. 

Metode penyembuhannya dilakukan dengan ritual menari dan mengurut, sambil mengoleskan minyak berwarna merah yang diberi nama Minyak Bintang. Hasil penyembuhan dia ternyata instan. Setidaknya begitu menurut pengakuan beberapa pasien. Ada yang sekali urut sudah merasa sembuh, dan ada yang dua atau tiga kali datang kemudian sembuh. Ida Dayak pun mendadak populer mengalahkan dokter-dokter spesialis. 

Heboh dukun sakti sudah menjadi bagian dari cerita Indonesia. Pada 2009 Jawa Timur heboh oleh dukun cilik bernama Muhammad Ponari Rahmatullah atau lebih dikenal sebagai Ponari. Ia diyakini mampu mengobati berbagai penyakit dengan batu ajaib yang diakui diperoleh dari langit.

Konon, ketika sedang bermain di bawah hujan, Ponari mendengar suara petir menggelegar di dekatnya. Setelah petir hilang, ia menemukan sebuah batu hitam seukuran kepalan anak kecil. Dengan batu hitam itulah, Ponari mengobati pasien-pasiennya.

Ketika itu belum musim media sosial. Orang mendengar kabar dari mulut ke mulut. Puluhan ribu orang datang ke rumah Ponari di Jombang untuk berobat. Entah benar-benar sembuh atau tidak, orang-orang itu sudah telanjur percaya bahwa Ponari adalah dukun cilik yang sakti.

Ketika itu Ponari masih kelas IV sekolah dasar. Karena kesibukan yang sangat tinggi sebagai dukun cilik, ia tidak bisa melanjutkan sekolah. Setelah sempat tidak bisa sekolah hampir tiga tahun karena kesibukan melayani pasien, akhirnya Ponari berhasil menamatkan pendidikan dasar dan menengah.

Sekarang Ponari sudah dewasa, tetapi tidak lagi melanjutkan profesi sebagai dukun. Ponari bekerja di sebuah pabrik dan pernah menjadi sales keliling. Ia menikahi kekasihnya yang juga bekerja di pabrik.

Ketika fasilitas kesehatan belum memadai dan belum bisa menjangkau rakyat kecil, fenomena Ida Dayak dan Ponari akan terus bermunculan. Masih seringnya terjadi pasien ditolak oleh rumah sakit atau pasien BPJS Kesehatan yang dianggap pasien gratisan membuat masyarakat lebih menaruh harapan tinggi kepada pengobatan alternatif ala Ida Dayak. 

Mereka yang tinggal di daerah terpencil harus berjalan kaki puluhan kilometer melewati medan yang sangat berat untuk mendapatkan layanan dari puskesmas. Pengobatan ala Ida Dayak itu dianggap lebih mudah, murah, dan terjangkau.

Literasi kesehatan masyarakat masih rendah. Program vaksinasi untuk mencegah persebaran dan penularan Covid-19 ketika itu banyak diabaikan masyarakat perdesaan. Rendahnya literasi kesehatan juga menjadi salah satu sebab masih tingginya angka stunting dan gizi buruk di Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: