Perampok Taksi di Tol Punya Strategi Kejam

Perampok Taksi di Tol  Punya Strategi Kejam

Ilustrasi perampokan taksi online-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Peristiwa itu pasti jadi pelajaran sopir taksi atau pekerja apa pun. Sebagai antisipasi kemungkinan jadi korban perampokan, masyarakat wajib mempelajari kronologi dan modus operandi. Biar selamat.

Prof Jack Katz dalam bukunya yang bertajuk Generating Compliance: The Case of Robbery (1988), rujukan paling menarik, mempelajari pola pikir perampok. 

Katz adalah guru besar sosiologi di University of California in Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (AS). Buku itu hasil riset Katz terhadap para perampok yang dipenjara.

Buku tersebut dianalisis dan diriset ulang (ke responden lain) oleh dua kriminolog AS, yakni Richard T. Wright dan Scott H. Decker. Riset duo kriminolog itu dilakukan terhadap 86 perampok yang dipenjara juga, di St. Louis, Missouri, AS, 1994. Dipublikasi di Crimes of Violence edisi musim semi 1997.

Hasil dua riset itu mirip. Sama dan sebangun. Saya simpulkan demikian.

Tahap strategi perampok ada tiga. 1) Pendekatan ke korban. 2) Pelaksanaan perampokan. 3) Rencana pelarian. 

Tiga tahap itu selalu direncanakan dengan matang oleh setiap perampok. Bagi perampok pemula, malah dilakukan simulasi berkali-kali. Sampai hafal. Tiga tahap itu sama sulitnya, dalam bentuk dan tingkat kesulitan berbeda. Dengan satu tujuan: Menguasai harta korban. Bukan membunuhnya.

1) Pendekatan. Ada dua jenis: lembut dan dadakan.

A) Pendekatan lembut. Perampok berusaha membangun kepercayaan korban kepadanya. Dengan harapan perampok, setelah korban percaya kepada perampok, tahap pelaksanaan perampokan jadi lebih gampang. Tanpa kegaduhan. Senyap.

B) Pendekatan dadakan. Perampok mau langsung pegang kendali situasi. Merobek mental korban. Dengan pamer senjata (api atau tajam). Makin besar bentuk senjata makin bagus. 

Berdasar riset, ada perampok pemula pakai pistol kaliber 32 (peluru berdiameter 0,32 milimeter). Kecil. Praktis. Ternyata tidak ditakuti korban. Dikira pistol mainan. Akibatnya ambyar. Korban melawan. Perampok menembak korban, mati. Gaduh. Perampok akhirnya mati dikeroyok massa.

2) Pelaksanaan. Perampok berusaha membangun ilusi yang sama antara perampok dan korban. Perampok berteriak tegas: ”Ini perampokan… Jangan ubah jadi pembunuhan.”

Ilusi yang sama berarti: sebaiknya serahkan harta ke perampok daripada nyawa hilang. 

Di tahap itu, kalau terbentuk ilusi yang sama perampok-korban, perampokan sukses. Korban juga tidak mati atau terluka. Win-win solution. Apa guna harta kalau korban mati? Tapi, perampok lebih menang.

3) Pelarian. Ada dua jenis: A) Perampok lari. B) Korban dipaksa lari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: