Iktikaf Bersama, Puasa, dan Cinta Rasul
PARA peserta acara Iktikaf Bersama melaksanakan qiyamullail di Masjid Ulul Azmi, Unair. -Humas Unair-
ENAM hari menjelang perayaan Hari Raya Idulfitri 1444 H, Universitas Airlangga menggelar acara iktikaf bersama. Acara dilaksanakan di Masjid Ulul Azmi Kampus C Universitas Airlangga pada 15-16 April 2023 pukul 21.00 hingga pukul 04.00 sembari sahur.
Acara iktikaf bersama kali ini mengundang Ustad Prof Abdullah Shahab, Ustad Muhammad Taufiq, dan Ustad Misbachul Huda. Semua narasumber diskusi memiliki kompetensi yang benar-benar sesuai dengan diselenggarakan acara iktikaf.
Tema iktikaf bersama yang digelar Universitas Airlangga pada 2023 adalah Ibadah Puasa dan Cinta Rasul. Acara dihadiri sekitar 200 civitas academica Universitas Airlangga. Selain dihadiri rektor, wakil rektor, ketua senat universitas, dan sekretaris universitas, acara iktikaf dihadiri para dekan dan wakil dekan, para direktur, dan ketua badan serta sejumlah tenaga kependidikan dan mahasiswa.
Acara berlangsung khusyuk, tetapi sesekali diwarnai senyum dan tawa hadirin yang mengikuti acara iktikaf bersama. Penceramah yang hadir memiliki selera humor yang menyenangkan, tetapi tetap dalam koridor ceramah keagamaan yang sakral. Menjelang malam yang makin tinggi, acara tetap berlangsung gayeng. Semua hadirin yang ikut dalam acara iktikaf dengan antusias mengikuti acara demi acara. Ada satu-dua peserta yang tampak mengantuk. Namun, sebagian besar dengan semangat mengikuti acara diskusi dan doa bersama.
Cinta Rasul
Ustad Muhammad Taufiq, pembicara pertama yang diundang dalam acara iktikaf bersama, dalam ceramahnya, membuka dengan ucapan dan rasa syukur yang benar-benar mendalam. Setelah dua tahun kegiatan iktikaf ditiadakan karena pandemi Covid-19, kini acara itu kembali digelar.
Ustad Muhammad Taufiq, dalam pengantar ceramahnya, menggarisbawahi arti penting mencintai Allah dan Rasulullah. Mencintai Allah dan Rasulullah perlu terus-menerus dilakukan agar kita sebagai manusia senantiasa mengingat teladan rasul dan apa yang dikehendaki Allah SWT.
Orang yang mencintai Allah dan rasul seolah di hadapannya akan hadir teladan rasul. Sedangkan orang yang membenci rasul, kehidupannya akan sesat dan senantiasa kalah menghadapi hawa nafsunya yang jahat.
Di tengah kehidupan riil masyarakat yang makin kompleks dan penuh godaan, mencintai Allah dan rasul adalah bagian dari proses untuk membentengi diri dan mengingat terus-menerus ajarannya. Banyak kasus telah membuktikan bahwa orang sering kali lupa ketika tidak berjalan di jalan agama. Orang tidak tahan pada iming-iming harta yang melimpah dan kekuasaan yang absolut karena meninggalkan jalan Allah.
Tidak sekali-dua kali politikus yang lupa tidak melakukan ibadah dengan khusyuk menjadi rawan tergoda perangkap kekuasaan. Tidak sedikit pula pejabat yang korup ketika mereka mulai meninggalkan kewajibannya untuk terus dekat dan mencintai Allah dan rasul. Bahkan, tidak sekali-dua kali orang yang berstatus ulama atau pimpinan lembaga keagamaan terperangkap melakukan tindakan yang salah. Misalnya, memerkosa santriwati karena kalah oleh bujuk rayu setan.
Godaan setan adalah musuh paling sulit dihindari jika umat tidak kuat iman dan keyakinannya. Umat yang mencintai Allah dan rasul niscaya akan dapat menjaga pikiran dan kelakuannya sehingga tetap tegak lurus. Sebaliknya, umat yang setengah-setengah dan menjalani ajaran agama sebatas ritus yang tidak bermakna, maka jangan kaget jika dalam hidupnya selalu menghadapi berbagai tantangan yang sulit dihindari.
Puasa di bulan Ramadan sesungguhnya adalah bagian dari proses melatih diri menahan hawa nafsu dan godaan. Ketika orang berpuasa sekadar menjalankan ritual fisik, hasilnya pun niscaya tidak akan banyak bermakna. Sekadar berpuasa menahan lapar, yang diperoleh hanyalah rasa lapar. Bukan sesuatu yang berkah sebagaimana orang-orang yang berpuasa menahan hawa nafsu, menahan amarah, menahan hasrat liar, dan menahan agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang berdosa.
Menjalani puasa di bulan Ramadan, menurut Ustad Prof Abdullah Shahab, yang penting adalah bagaimana umat Islam bersikap Rasulullah minded. Artinya, apa yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, dan apa pun yang kita tampilkan, semua seyogianya selalu berkaca pada teladan rasul. Orang yang hidup bersama orang tuanya, tetapi ketika yang bersangkutan tidak berbakti kepada orang tuanya sebagaimana rasul lakukan, sangat mungkin orang itu terperangkap dalam godaan dan perbuatan dosa yang sangat besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: