Iktikaf Bersama, Puasa, dan Cinta Rasul
PARA peserta acara Iktikaf Bersama melaksanakan qiyamullail di Masjid Ulul Azmi, Unair. -Humas Unair-
Di akhir ceramahnya, menurut Ustad Abdullah Shahab, ada sebuah cerita rekaan yang bisa dijadikan tempat untuk belajar. Sebut saja sebuah kisah tentang Brodin. Brodin atau siapa pun nama kita, ketika hari itu telah tiba, satu per satu mereka akan ditanya malaikat di mahkamah keadilan tentang apa amal yang telah dilakukan selama ia hidup?
Seorang umat Islam yang taat menjalani ibadah, tetapi tidak mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari secara nyata, akan ditagih malaikat. Meski apa yang dilakukan tidak diketahui orang lain, sekecil apa pun perbuatan berdosa yang dilakukan niscaya akan ditanyakan. Seseorang yang makan kerupuk 5 biji, tetapi hanya mengaku 3 biji, kata Ustad Shahab, ia akan ditagih malaikat. Sebab, perbuatan itu menyimpang dari ajaran Allah.
Islam Kafah
Rektor Universitas Airlangga Prof Muhammad Nasih, dalam sambutannya, mengingatkan kembali arti penting melakukan iktikaf bersama. Melakukan iktikaf bukan sekadar menahan kantuk semalaman untuk berkumpul di masjid, melainkan hakikat yang terpenting adalah bagaimana umat Islam belajar dan belajar demi mencapai Islam kafah.
Islam kafah menyangkut tiga hal. Yaitu, iman, Islam, dan ihsan. Artinya, Islam kafah dimaknai sebagai Islam yang kembali ke Al-Qur’an dan hadis. Makna kafah di sini adalah Islam yang murni –yang tidak terkontaminasi berbagai tafsir kepentingan.
Islam yang berdasar Al-Qur’an dan hadis atau Islam kafah itu tidak harus diartikan segala sesuatunya harus Islam. Menjadi kafah dalam konteks masyarakat Indonesia yang pluralis adalah semua umat beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Bagi umat Islam, menjadi Islam kafah dituntut untuk bersedia selalu belajar –sekaligus bersikap toleran.
Pertama, seorang muslim harus menuntut ilmu dan belajar mengenai ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan sunah. Kedua, setelah mempelajari ilmu, ia harus mengamalkan dan mengajarkan kembali ajaran tersebut. Ketiga, ia sabar berjuang dalam Islam.
Keempat, mempunyai keyakinan terhadap kebenaran perjuangan Islam. Menjadi Islam kafah harus siap selalu menjadi teladan dan bersikap toleran. Di tengah munculnya tindak kekerasan yang dilakukan atas nama agama, berjuang mewujudkan Islam kafah adalah solusi bagi kemajuan dan peradaban. (*)
Dwi Setyawan--
Dwi Setyawan
Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga
Bagong Suyanto--
Bagong Suyanto
Dekan FISIP Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: