Ramadan-Lebaran ala Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong; Sulit Libur, Berhari Raya dengan Bukber
Pekerja migran Indonesia berbuka puasa di Victoria Park, Hong Kong, 16 April 2023, sepekan sebelum Idulfitri.-South China Morning Post-
Mereka merayakan Ramadan dan Idulfitri di tanah yang jauh. Terpisah dari famili. Keluarga mereka adalah kawan seprofesi. Yang sama-sama susah cuti. Sehingga, ’’Lebaran’’ mereka adalah sepekan sebelum 1 Syawal.
SENJA mengambang di Victoria Park, di jantung Causeway Bay, Hong Kong, 16 April 2023. Matahari nyaris tergelincir di peraduannya. Ufuk barat mulai memerah. Tetapi, lapangan besar itu tampak semakin sibuk. Tikar plastik digelar. Musik mengambang di udara.
Di beberapa sudut terlihat para perempuan bersimpuh. Tenggelam dalam doa. Sementara di sudut lain, ada yang mempersiapkan ratusan kotak makanan. Jumlahnya ratusan. Aroma rempah-rempah menyembul-nyembul.
Itulah suasana ’’Lebaran’’ yang dilakukan oleh para pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Tidak, mereka tidak merayakan Idulfitri terlebih dulu. Juga tidak mengikuti aliran yang membuat mereka berlebaran lebih awal. Juga tidak ada hubungannya dengan perbedaan waktu penentuan Lebaran di tanah air.
BACA JUGA : Pergantian Tahun di Hong Kong (5-habis): Terpesona Kembang Api Victoria Harbour
BACA JUGA : Pergantian Tahun di Hong Kong (2): Traveler Sepi, Pekerja Migran Banyak
Hari itu, para pekerja tersebut sejatinya sedang melaksanakan buka puasa bersama. Tetapi mereka kemas begitu meriah. Seperti Lebaran. Karena mereka tidak akan libur saat Idulfitri. Baik yang merayakan 1 Syawal 1444 H pada Jumat, 21 April 2023; atau Sabtu, 22 April 2023.
Ya, perempuan-perempuan itu hanya mendapat satu hari libur dalam sepekan. Yakni, Minggu. Karena itu, Minggu terakhir pada Ramadan pun dipakai untuk buka puasa bersama secara lebih meriah. Anggap saja Lebaran.
’’Kami siapkan lebih dari 400 porsi makanan hari ini,’’ kata Sringatin, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (Indonesia Migrant Workers Union) di Hong Kong. Serikat inilah yang menggagas buka puasa bersama tersebut.
Menu berbuka yang dibagikan untuk para pekerja migran Indonesia, 16 April 2023.-South China Morning Post-
Sringatin lantas menunjukkan menu berbuka itu kepada South China Morning Post. Di dalam tas itu ada buah, biskuit, ayam, telur rebus, nasi, plus sambal. Takjil-nya menyegarkan. Es buah berisi nanas dan chia seed yang mirip biji selasih itu. Semuanya dimasukkan dalam air kelapa muda yang diberi pemanis gula aren.
Sejatinya, peserta buka puasa itu terbilang sedikit jika dibandingkan dengan 150 ribu pekerja domestik asal Indonesia di Hong Kong. Tetapi, itu sudah sangat cukup. Sudah meriah.
Sringatin sudah dua puluh tahun bekerja di Hong Kong. Jadi, dia sudah paham suka-duka sebagai pekerja domestik di wilayah itu. Terutama soal cuti hari raya yang susah diambil. Sebab, berdasar kontrak, para pekerja itu memang hanya dijatah libur sepekan sekali.
Suasana buka puasa bersama pekerja migran Indonesia di Hong Kong, Minggu, 16 April 2023.-South China Morning Post-
’’Konsulat Indonesia di Hong Kong terus berdialog dengan pemerintah setempat. Agar ada pemahaman lebih mendalam tentang Ramadan dan maknanya bagi kami,’’ ucap Sringatin yang dikutip South China Morning Post pada Jumat, 21 April 2023.
Tetapi, perempuan asal Blitar itu juga mengakui bahwa tugas sebagai pekerja domestik memang berat. Terutama ketika mereka harus merawat anak-anak atau lansia. ’’Meninggalkan pekerjaan untuk bersembahyang rasanya mustahil,’’ paparnya.
Selain itu, warga Hong Kong pun tidak akrab dengan puasa. ’’Mereka (para pemberi kerja, Red) sering khawatir dengan orang yang tidak makan atau minum seharian. Dikiranya kami menjadi tidak punya energi untuk bekerja,’’ ucap perempuan yang juga aktivis perlindungan hak pekerja migran tersebut.
Faktanya, kata Sringatin, umat muslim sudah sangat akrab dengan puasa. Dia sudah mulai menjalankan ibadah itu sejak usia 14 tahun. ’’Jadi, memang perlu pemahaman lebih dalam dari warga Hong Kong,’’ ucap Sringatin.
Selain itu, katanya, puasa tidak hanya membuat jiwa menjadi bersih dan suci. ’’Saya juga lebih sehat setelah puasa. Bahkan, walau bukan Ramadan pun, saya kerap berpuasa,’’ ujarnya.
Pemahaman warga Hong Kong terhadap warga muslim memang terus dipupuk. Di kota itu ada lebih dari 300 ribu umat Islam yang berhari raya tahun ini. Dengan lenyapnya aturan tentang pandemi, mereka bisa berdoa bersama di masjid-masjid yang ada di beberapa penjuru kota.
Dua srikandi pekerja migran Indonesia di Hong Kong, Rosidah Romlah (kiri) dan Sringatin di sela-sela buka puasa bersama.-South China Morning Post-
Sore itu juga ada Rosidah Romlah, anggota Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia, yang ikut membagikan makanan. Dia begitu gembira bisa mengadakan buka puasa bersama yang serasa Lebaran tersebut. ’’Idulfitri adalah saat kita berdoa. Saat keluarga dan teman berkumpul bersama,’’ kata Rosidah.
Tentu, ada kenangan khusus tentang Lebaran di kampung halaman. Rosidah bercerita bahwa keluarganya kerap menyajikan nasi pecel yang sangat populer di Jawa Timur. ’’Kami juga menyuguhkan tempe goreng,’’ ucapnya.
Ya, makanan kampung halaman memang bikin kangen. Seperti lidah yang juga punya rasa rindu… (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: