Perbedaan SBY dan Jokowi

Perbedaan SBY dan Jokowi

Ilustrasi SBY vs Jokowi--

 

Cara Menetapkan Calon

Karena mempunyai partai politik, yakni Partai Demokrat, SBY pun menggunakan partainya itu. SBY menggelar konvensi. Pemenangnya akan menjadi capres Demokrat.

Sejumlah tokoh pun ikut dalam konvensi yang diselenggarakan di sejumlah kota pada 2013 itu. Di antaranya, Endriartono Sutarto, Marzuki Alie, Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Pramono Edie Wibowo, dan Gita Wirjawan.

Bagaimana cara Jokowi? Karena bukan pengendali parpol, untuk menggerakkan dukungan, ia menggunakan dua cara. Pertama, mengembuskan lewat relawan. Kedua, ikut mendukung berdirinya koalisi parpol pendukung. Misalnya, KIB (Koalisi Indonesia Baru yang berisi Golkar, PAN, PPP). Juga, mendukung koalisi Gerindra-PKB. 

Sebagai kader PDIP, Jokowi mengadakan pertemuan dengan Megawati untuk membahas capres. Presiden asal Solo itu sangat senang setelah PDIP menunjuk Ganjar sebagai capres. Seusai acara, Jokowi mengajak Ganjar semobil.

Ilustrasi Prof Siti Zuhro, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

Tahap Akhir

Awalnya banyak yang memuji SBY yang mengadakan konvensi untuk menentukan capres Demokrat. Itu dianggap cara demokratis karena para calon ikut ”beauty contest” di depan publik. Dengan demikian, kader partai dan masyarakat bisa melihat calon yang kompeten. Pemenangnya: Dahlan Iskan.

Namun, konvensi Partai Demokrat berakhir antiklimaks. SBY tidak memberikan tiket capres kepada pemenangnya. Saat itu banyak yang mengkritik keputusan SBY tersebut. Konvensi menjadi sia-sia.

SBY beralasan, suara Demokrat di pileg yang hanya 10,9 persen tidak cukup untuk meraih tiket capres. Tidak terlihat upaya Demokrat untuk membangun koalisi dengan parpol lain. 

Demokrat akhirnya mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa di Pilpres 2014. Kalah juga. 

Bagaimana dengan perkembangan langkah Jokowi dalam meng-endorse capres? Jokowi memiliki dua capres: Ganjar (PDIP) dan Prabowo (Gerindra). Yang kita tunggu sekarang, bagaimana skema Jokowi membagi dukungan. Apakah keduanya jalan sendiri-sendiri atau digabung. 

Gaya Jokowi yang secara terbuka mendukung capres bukannya tak mendapat kritik. Prof Siti Zuhro, peneliti BRIN, misalnya, menilai bahwa presiden seharusnya netral. Presiden cukup menyiapkan pelaksanaan pemilu, bukannya meng-endorse capres tertentu. Jokowi sebagai presiden yang mengayomi semua pihak dianggap tidak bersikap setara dengan semua calon. 

Tapi, Jokowi tetap jalan dengan agenda capresnya. Kini mengumpulkan semua ketua umum parpol koalisinya. Siap-siap membangun koalisi besar, apakah melahirkan Ganjar-Prabowo. Atau keduanya tetap maju capres. Kita tunggu manuver Jokowi dalam menghadapi kubu Anies Baswedan yang didukung Koalisi Perubahan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: