Begandring Siap Gugat Hari Jadi Surabaya

Begandring Siap Gugat Hari Jadi Surabaya

Nanang Purwono (kanan) berdiskusi dengan tim Begandring Soerabaia.-Mohamad Nur Khotib-Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY – Kota Surabaya genap berusia 730 tahun pada 31 Mei nanti. Tetapi, penetapan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) itu sebetulnya masih dilematis. Bahkan sempat digugat oleh Komunitas Begandring Soerabaia pada Mei 2021 silam.

 

"Tahun ini kami ingin siapkan naskah akademiknya," kata Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono saat ditemui, Kamis, 4 Mei 2023. Tentu supaya ada tindak lanjut lebih serius. Mengingat selama dua tahun ini gugatan hanya berhenti pada diskursus.

 

Tahun lalu, Begandring sudah menagih respons Pemerintah Kota Surabaya. Mereka mengadakan diskusi untuk kali kedua. Tetapi, hasilnya nihil.

 

BACA JUGA : Begandring Soerabaia dan Napak Tilas Jejak Tionghoa Peranakan Surabaya

BACA JUGA : Babak Baru Pelurusan Sejarah Hari Jadi Kota Surabaya, Ketua DPRD Terima Usulan Begandring

 

Nanang pun tetap ngotot melanjutkan gugatan pada tahun ini. Sebab, dasar penetapan HUT Surabaya pada 31 Mei 1293 dianggap sangat lemah. Perubahan HJKS itu ditetapkan pada masa kepemimpinan Wali Kota Raden Soeparno lewat SK Nomor 64/WK/75 pada 18 Maret 1975.  

 

Awalnya, HJKS ditetapkan berdasar terbentuknya Surabaya sebagai gemeente alias kotamadya per 1 April 1906. Pemkot mengubahnya karena berbau kolonial. Lalu akhirnya membentuk tim peneliti.

 

Dari para peneliti itulah HJKS yang baru mulai ditetapkan. Yakni dengan mendasarkan pada peristiwa terusirnya tentara Tartar utusan Kaisar Mongol Kubilai Khan di Ujung Galuh pada 31 Mei 1293. Prajurit Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya berhasil mengusir mereka kala itu. 

 

"Itu tidak cocok dengan semua data yang telah kami kumpulkan," jelas Nanang. Dalam penelitian itu, Ujung Galuh disebut berada di bagian hilir sungai. Terutama mengacu pada lokasi Kali Jagir.

 

Padahal, Surabaya tidak memiliki jejak yang dapat dipakai sebagai acuan otentik keberadaan Ujung Galuh. Justru keberadaan itu teridentifikasi di luar Surabaya. Persisnya, di wilayah Krian, Sidoarjo.

 

Begandring lebih setuju penetapan HJKS kembali pada 1 April 1906. Sebab, sejak itulah diberlakukan otonomi daerah. Mulai terbentuk desentralisasi dari Batavia sebagai pusat ke kota-kota lain termasuk Surabaya.

 

"Kami juga siapkan peta kartografinya. Saat ini sedang proses penyusunan," ungkap Nanang. Penyusunan naskah akademik itu tentu akan melibatkan para sejarawan. Dan tentu, kata Nanang, butuh waktu yang lama. Setidaknya bisa tuntas setahun lagi. (Mohamad Nur Khotib)



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: