Pentas Ludruk Kepaten Obong Menyuarakan Suara Hati

Pentas Ludruk Kepaten Obong Menyuarakan Suara Hati

Dialog aktor Dr Soetomo (kiri) yang diperankan Nanang HP dan Cak Durasim (kiri) yang diperankan Hengky Kusuma (kanan).-Julian Romadhon -

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Sayap garuda sibak redup lampu panggung. Berjalan perlahan, lantas dua orang menyergapnya. Garuda dikurung dalam kandang bambu.

Aktor perempuan membawa obor, menerangi foto Dr Soetomo dan Cak Durasim.

Yo iki salah sijine uwong sing biyen isok dadi padange bongso (inilah salah satu orang yang dulu bisa menjadi penerang bangsa),” ujar aktor yang diperankan oleh Anisatul, sembari melihat foto Dr Soetomo.

Lantas aktor itu berteriak, “Saiki wong apik malah ditampik, wong jahat malah munggah pangkat. Gede, cilik, enom, tuwo, kabeh wis kepaten obor!".

Artinya, kini orang baik malah ditampik. Orang jahat malah naik pangkat. Besar, kecil, muda, tua, semua sudah kehilangan semangatnya.

Itulah potongan adegan dari pementasan kolaborasi ludruk bertajuk “Kepaten Obong”, yang digelar di Gedung Cak Durasim, Kompleks Taman Budaya Jawa Timur, pada Sabtu, 20 Mei 2023.

Penulis naskah Agung Kassas, menyebut pentas itu sebagai Sandiwara Mata Hati. “Karena memang menyuarakan suara hati. Konsepnya ludruk sebagai bagian dari tradisi Jawa Timur,” ujarnya.

Pentas itu menceritakan dialog imajinatif antara Dr Soetomo sebagai tokoh Pergerakan Nasional, bersama Cak Durasim, pahlawan yang menyuarakan aspirasinya lewat pentas ludruk. “Ada berbagai kegelisahan yang kami tuangkan dalam Kepaten Obong. Juga, ada sentuhan sejarah remo,” ungkap Heri Lentho, sutradara.

Ia mengatakan bahwa ketika suara-suara kritik lewat pementasan drama dibungkam, maka kesenian lain yang bersuara. “Remo yang kami tampilkan mengenakan kostum ludruk besutan. Selendang merah dan penutup kepala merah pula. Simbol keberanian yang juga ditampilkan lewat gerakan,” ujarnya.

Aktor Cak Durasim digambarkan sebagai tokoh Besut. Yakni karakter ludruk tradisional yang dalam setiap penampilannya, pasti membawa pesan atau petuah. Sesuai namanya, “Besut” yang berarti Mbeto Maksud atau pembawa maksud.

Diperankan Heru Gita Praja, ia berhasil mengocok perut penonton bersama lawan mainnya, Rusmini yang diperankan oleh Gita Rahayu. Kedua suami-istri itu dibujuk oleh paman mereka, Margondo yang datang bersama seorang investor. Ingin membeli rumah dan tanah milik Besut.

Besut menolak, tapi Rusmini menerima, karena dia ingin hidup lebih layak. Karena Besut tak mau menjual tanahnya, maka Sumo Gambar, investor, memaksa untuk merampasnya.

Ketenangan hutan dengan segala binatang yang tinggal di dalamnya terancam. Hutan itu merupakan lahan milik Besut. Aktor-aktor yang berperan sebagai monyet, rusa, anjing dan babi hutan bertengkar memperebutkan siapa yang jadi pemimpin.

Pementasan itu sekaligus menyimbolkan keserakahan manusia, atau sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Kepaten Obong pun mendapat apresiasi positif dari penonton. Ratusan orang memadati tempat duduk Gedung Cak Durasim.

Mereka yang tak dapat tempat di dalam, menyaksikan pementasan itu via streaming di Pendapa Jayengrana, di halaman depan kompleks Taman Budaya. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: