Takut Kehilangan Pemasukan, RSUD Dr Mohamad Soewandhie Tahan Pasien

Takut Kehilangan Pemasukan, RSUD Dr Mohamad Soewandhie Tahan Pasien

TAMPILAN depan ruang IGD RSUD Dr Mohamad Soewandhie. -Boy Slamet-

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Akibat pelayanan yang dinilai lambat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Mohamad Soewandhie, satu orang pasien meninggal dunia. Setelah sekitar tiga hari berada di ruang Intensive Care Unit (ICU). Alasannya, karena fasilitas kamar yang kurang. Ada antrean yang cukup panjang. 

Keluarga pasien sempat minta dirujuk pindah rumah sakit. Tapi, petugas rumah sakit tidak mengizinkan. Dalilnya, jaminan BPJS Kesehatannya akan hilang. Akhirnya, mereka terpaksa harus menunggu. 

Ketua BPJS Watch Jatim Arief Supriyono mengatakan, tindakan yang dilakukan rumah sakit adalah salah. Seharusnya, petugas rumah sakit harus memprioritaskan pasien yang kondisi kesehatannya menurun. 

“Sepanjang apapun antreannya, harusnya, ketika kondisinya terus menurun, pasien itu didahulukan. Walau urusan hidup dan mati itu, yang mengetahui adalah Tuhan,” katanya kepada Harian Disway, Sabtu, 3 Juni 2023. 

Pun ketika kamar untuk rawat inap penuh, petugas rumah sakit harus inisiatif untuk merujuk pasien tersebut ke rumah sakit lainnya. Sehingga, pasien itu mendapatkan pelayanan kesehatan maksimal. 

Dari tindakan yang dilakukan petugas rumah sakit yang tidak segera merujuk pasien, Arief menilai, RSUD Dr Mohamad Soewandhie tidak mau kehilangan pemasukan. "Nanti kan diklaim ke pemerintah. Indikasinya mereka hanya ingin mengejar pendapatan. Bukan pelayanan," tegasnya. 

Humas BPJS Kesehatan cabang Surabaya Azam Zammanar mengatakan, tidak ada larangan untuk merujuk pasien. Tentu dengan pertimbangan kondisi pasien. Ketika pasien tersebut dirujuk, pelayanan BPJS Kesehatannya tidak akan hilang. "Inisiatif pasien atau rumah sakit, layanan BPJS-nya tidak akan hilang," ungkapnya. 

Hanya saja, ketika rujukan itu yang minta keluarga pasien kemudian pasien meninggal dunia, tidak ada rumah sakit yang bertanggung jawab. Tapi, ketika inisiatif rumah sakit yang merujuk, pastinya rumah sakit itu akan bertanggung jawab. "Saya tidak bisa berkomentar banyak. Tapi, bisa saja ada pertimbangan itu yang dilakukan," terangnya. 

Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Dokter Billy Daniel Messakh menjelaskan, akan mengevaluasi fasilitas pelayanan. Awalnya, jumlah bed ICU sudah memenuhi rasio sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. 

“Saat itu (sudah sesuai) aturannya sesuai, sembilan bed ICU. Satu bed-nya itu serep. Jadi kita nyebutnya delapan. Cuma kemarin (saat peristiwa meninggalnya pasien) kita sudah pakai semua (sembilan bed) itu,” ungkapnya. 

Mengacu pada Permenkes, seharusnya jumlah bed ICU harus memenuhi lima persen dari keseluruhan bed rumah sakit. Idealnya, butuh 18 bed ICU di RSUD Dr. Mohamad Soewandhie. Karena saat ini, sekitar 377 tempat tidur. 

Karena kondisi itu, ruang ICU selalu penuh. Sehingga, pasien sering kali harus antre. Belum lagi, tempat dan tenaga kesehatan yang juga kurang. 

“Kita kan baru ada penambahan ruangan, penambahan kapasitas ruangan. Sementara ICU belum kita kembangkan udah mentok. Kalau kita buka ruangan di sebelah ICU itu, ruang recovery, post operasi, sebelahnya kan kamar operasi," terangnya. 

"Setting-nya gitu, dari operasi, masuk recovery terus ICU. Kalau kita bongkar ruangan recovery, kita bisa dapat (ruangan tambahan atau bed ICU tambahan). Pas Covid-19 itu tapi waktu itu operasinya sedikit. Jadi bisa perluas ICU. Jadi banyak bed,” tambahnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: