Program Bayi Tabung di Tanah Air (2): Biaya Masih Tinggi, 4 Juta Pasangan Tak Bisa Ikut Program
Dr. Amang Surya memberikan pengertian tentang proses bayi tabung saat di Rumah Sakit Nasional Hospital Surabaya, Jawa Timur.-Julian Romadhon-
Hingga kini, jumlah pasangan usia subur ((PUS) di Indonesia tercatat sebanyak 43,65 juta. Namun, 10 persen dari jumlah itu mengalami gangguan kesuburan (infertilization). Tak kurang dari 4,3 juta pasangan sulit berketurunan.
—
Artinya, calon pasien program bayi tabung di Indonesia sangat banyak. Sayang, serapannya masih sangat sedikit. Setiap tahun tak sampai 20 ribu pasien. Bahkan hanya 14 ribu siklus sepanjang 2022 lalu.
Terutama awal pandemi Covid-19 pada 2020 silam. Hanya 8 ribu siklus di seluruh Indonesia. “Dari data yang kami peroleh itu, muncul keprihatinan juga,” ujar Ketua Perhimpunan In Vitro Fertilization Indonesia (Perfitri) Prof Hendy Hendarto saat ditemui di ruang kerjanya di Klinik Fertilization RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Kamis, 8 Juni 2023.
Termasuk di klinik tempat kerjanya. Nyaris nol siklus sepanjang 2020. Baru merangkak naik di akhir tahun kedua pandemi pada 2021. Menurut Hendy, hambatan paling besar anjloknya jumlah siklus itu adalah faktor ekonomi.
Apalagi, ongkos program bayi tabung memang masih tinggi. Di angka Rp 80 - Rp 100 juta. Tentu sulit terjangkau oleh pasangan dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Mereka yang tak mampu ikut program bayi tabung itulah yang kini sedang menjadi perhatian serius. Sebab, peluang mereka untuk berketurunan sudah pasti tak bisa ditanggung BPJS Kesehatan. Ongkosnya terlalu mahal.
Sebetulnya, kata Hendy, yang membuat biaya program bayi tabung itu mahal cuma satu. Yakni komponen obat-obatan yang hampir mendominasi 50 persen dari seluruh proses. Ironisnya, obat-obatan itu sejauh ini hanya bisa didapat dari impor.
Terutama obat-obatan untuk pematangan sel telur. Obat ini biasanya disuntikkan ke si istri. “Persoalan itu yang sedang kami carikan solusi saat ini,” ujar Spesialis Obstetri dan Ginekologi jebolan Universitas Airlangga 1995 itu.
Ada sejumlah alternatif yang masih diwacanakan. Yang paling realistis adalah penyediaan asuransi. Perfitri sudah membahas skema pembiayaan itu bersama dengan Kementerian Kesehatan. Juga menggandeng Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI). Tahun ini konsep tersebut akan dimatangkan.
“Tahun lalu dibahas apakah mungkin dapat bantuan dana? Karena gangguan kesuburan ini dianggap tidak tergolong penyakit,” jelas Hendy.
Pernyataan itu langsung dibantah dengan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bahwa gangguan kesuburan senyatanya merupakan penyakit.
Bahkan bisa dikatakan penyakit psikis. Sebab, pasangan yang tak punya keturunan tentu akan risau. Lantas berdampak pada pekerjaan hingga hubungan rumah tangga. “Dari situ kemudian disepakati ada dana untuk meng-cover,” tandasnya.
grafis: Gusti--
Secara teknis, bakal diadakan program bayi tabung yang hemat dan terjangkau. Biayanya diperkirakan bisa turun 50 persen dari harga normal. Namun, syaratnya dengan memodifikasi pengobatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: