Mahfud MD Sebut Pelanggaran HAM Berat Sulit Dibuktikan Secara Hukum
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD-Istimewa-
JAKARTA, HARIAN DISWAY - Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu sulit untuk dibuktikan secara hukum.
Sebelumnya Mahfud menyebut, kasus bisa diselesaikan melalui dua cara. Yakni secara yudisial (peradilan) dan non yudisial (luar peradilan. Namun pada praktekya, jalur yudisial seringkali mengalami kegagalan. Hingga pemerintah mengambil langkah untuk mulai mengimplementasi rekomendasi tim Penyelesaian non yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM), terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat dimasa lalu.
Pria kelahiran Sampang, Madura tersebut mengungkapkan, bahwa ada persoalan teknis Yuridis dalam Hukum Acara Pidana. Yaitu pembuktian dan seluruh prosedurnya. “Dan ada hambatan politis dalam pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),” kata Mahfud.
Komnas HAM sudah pernah menetapkan 4 kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan melalui peradilan. Ada 35 tersangka saat itu. Empat Kasus tersebut meliputi kekerasan pasca jajak pendapat di Timor Timor, kasus Abepura (Papua), kasus Tanjung Priok, dan kasus Paniai.
BACA JUGA:Mahfud MD Bicara 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Pemerintah, Ini Daftarnya
Para tersangka dalam keempat kasus tersebut oleh pengadilan semuanya dinyatakan bebas. Tidak ada bukti terjadi pelanggaran HAM berat. “Karena memang pembuktiannya secara hukum acara itu sangat sulit dipenuhi. Sehingga selalu dibebaskan oleh pengadilan. Bahkan sampai ke tingkat mahkamah Agung dan PK,” ujar Mahfud.
Meskipun saat ini pemerintah menempuh penyelesaian non yudisial, Mahfud mengatakan bahwa tidak ada penghilangan aspek yudisial. Proses hukum kepada pelaku tetap berjalan. “Penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masalalu ini tidak meniadakan penyelesaian HAM berat lewat jalur yudisial. Semua pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan melalui jalur hukum pengadilan HAM ad hoc. Dengan catatan mealui pembicaraan dan persetujuan DPR terlebih dahulu,” tegas Mahfud.
BACA JUGA:Polisi Ungkap Identitas dan Penyebab Kematian Jenazah Pria di Tol Sumo
Perlu diketahui, 12 peristiwa pelanggaran HAM berat dimasa lalu yang diselesaikan secara non yudisial dan diakui Pemerintah adalah:
- Peristiwa Pembantaian orang-orang yang dituduh PKI 1965-1966
- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
- Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena, Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Sebelumnya diberitakan, Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) berat telah menyerahkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo sejak 11 Januari 2023 lalu. Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan memulai implementasi penyelesaian non Yudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan pesan Presiden Jokowi. Negara mengakui dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat di 12 peristiwa. “Pengakuan ini menjadi niscaya. Artinya, memang harus diakui oleh negara karena telah ditetapkan oleh Komnas HAM sesuai dengan konstitusional yang telah diberikan oleh negara,” ujar Mahfud Minggu, 25 Juni.
Kemudian, pemerintah akan berupaya sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat pada masa mendatang. “Pemerintah juga berjanji akan berusaha memulihkan hak-hak para korban HAM,” imbuh Mahfud.
Mahfud menyampaikan bahwa pemulihan hak-hak juga diberikan kepada keluarga korban HAM. Termasuk keluarga korban yang tinggal di luar negeri. Nantinya, Program Pemulihan hak-hak konstitusional para korban dan keluarganya akan melibatkan 19 kementrian dan lembaga.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: