Cuaca Lebih Dingin Pada Puncak Kemarau, Bukan Pengaruh Aphelion

Cuaca Lebih Dingin Pada Puncak Kemarau, Bukan Pengaruh Aphelion

Seorang pengunjung melihat lebih dekat fenomena embun es di Dataran Tinggi Dieng.-Ronaldo Bramantyo/Radarmas-

HARIAN DISWAY - Baru-baru ini, beredar pesan broadcast di media sosial bahwa cuaca dingin di Indonesia belakangan ini terjadi karena jarak bumi dengan matahari dalam titik terjauh. 

Periode titik terjauh bumi dari matahari disebut Aphelion. Dalam narasi yang beredar, disebutkan bahwa kondisi ini turut memicu kondisi embun es (embun upas) yang melanda beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia seperti Dieng dan Bromo.   

Dijelaskan bahwa saat berada di titik Aphelion, cuaca di bumi akan cenderung lebih dingin dibanding periode lainnya. Fenomena Aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. 

BACA JUGA:Sudah Masuk Kemarau Kok Masih Hujan? Ini Penjelasan BMKG

BMKG memastikan bahwa kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode bulan Juli tidak terkait dengan fenomena Aphelion. 

Saat Aphelion, memang posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi.

Fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (antara Juli sampai September). Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. 

BACA JUGA:Puncak Kemarau Juli-Agustus 2023, Masih Ada Hujan Di Beberapa Tempat

Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia. Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. 

Dinginnya beberapa wilayah Indonesia antara lain disebabkan adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon (monsun) dingin Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Hindia. 

Disaat bersamaan, lautan Hindia juga memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.

BACA JUGA:Kekeringan Mulai Membayangi Jawa Tengah

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: bmkg.go.id