UU Kesehatan Tonggak Reformasi Sistem Kesehatan

UU Kesehatan Tonggak Reformasi Sistem Kesehatan

Ketua DPR Puan Maharani dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin setelah pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan di gedung parlemen, 11 Juli 2023. -Dokumentasi Puan Maharani-

Mulai dari pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedicine, dan pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan nasional berstandar internasional.

Sehingga industri kesehatan juga bisa mandiri. Tak bergantung lagi ke luar negeri. Ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan akan dikuatkan melalui rantai pasok dari hulu hingga hilir. 

Tentu dengan memprioritaskan penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri. Dan bahkan memberi insentif untuk industri yang aktif melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri.

"Dengan itulah sistem kesehatan yang rentan di masa wabah bisa menjadi tangguh menghadapi bencana," tandas Budi. Keempat, mengubah skema pembiayaan menjadi transparan dan efektif. 

Yakni dengan cara menghapus penetapan porsi anggaran kesehatan (mandatory spending). Baik di APBN maupun APBD. Dengan begitu, masyarakat dituntut untuk disiplin menjaga kesehatan sendiri. Inilah langkah preventif yang diinginkan Omnibus Kesehatan itu.

Kelima, pemenuhan tenaga kesehatan baik dokter umum maupun spesialis. Pendidikan dokter spesialis bakal digelar berbasis rumah sakit. Setiap peserta didik  tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang dan justru memperoleh pendapatan.

"Kemudian perizinan yang rumit dan lama diubah menjadi cepat, mudah dan sederhana," tandas Budi. Salah satunya, Surat Tanda Registrasi (STR) diberlakukan seumur hidup. Tentu dengan kualitas yang terjaga.

BACA JUGA:Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

BACA JUGA:Kesehatan Omnibus

Tak hanya itu, tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi pun akan dilindungi secara khusus. Baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan. Secara khusus, bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.

Keenam, sistem informasi yang terfragmentasi diperbaiki menjadi terintegrasi. Yakni dengan mengubahnya ke sistem informasi kesehatan nasional. "Ini akan memudahkan setiap orang untuk mengakses data kesehatan yang dimilikinya tanpa mengurangi jaminan perlindungan data individu," jelasnya. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: